Part 8

112K 10.3K 243
                                    



"Ini kebaya yang bakal gue pake pas akad." Rea menyodorkan handphone-nya yang menampilkan foto dirinya memakai kebaya berwarna putih sepanjang lutut yang full kain brokat. Sementara bagian bawahnya menggunakan pola batik klasik berwarna cokelat. "Bagus, nggak? Kemaren gue cuman fitting yang ini, kalo gaun yang buat resepsi belum jadi," lanjutnya.

Rinjani mengamati foto Rea yang posenya berdiri sembari tersenyum ke arah kamera, memamerkan kebayanya. Cantik. Kebaya putih berpayet dengan tambahan aksen bunga kecil di bagian lengannya, terlihat sangat pas di badan ramping sahabatnya.

Kembali membuka memori lama, Rinjani jadi mengingat kebaya yang dipakainya saat akad nikahnya dulu dengan Wira. Ia mengenakan model kebaya pengantin putih lace dengan train panjang menyapu lantai. Rinjani sewaktu itu tersenyum manis sepanjang acara, merasa mimpinya menikah dengan laki-laki yang mampu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama menjadi nyata.

Namun, lihatlah kenyataannya sekarang ... ia akan menjadi janda di saat sahabatnya akan memulai hidup baru. Rinjani merasa takdirnya sungguh menyedihkan.

"Bagus banget," jawab Rinjani selagi mengembalikan ponsel ke pemiliknya.

Rea dan Candra -tunangan perempuan itu- akan melaksanakan pernikahan beberapa bulan lagi. Hampir enam puluh persen persiapan telah dilakukan. Mereka mengambil konsep pesta outdoor yang didominasi nuansa putih. Rencananya, akad nikah akan dilangsungkan di Bogor pukul delapan pagi, sedangkan untuk pesta resepsinya dimulai pukul tujuh malam masih di tempat yang sama.

"Laper nih, gue pesen makanan, ya?" Rea kembali mengotak-atik ponselnya lalu memesan satu box pizza lewat aplikasi ojek online.

"Hmm ...." Rinjani mengambil remot televisi kemudian menyalakannya. Ia merasa butuh pengalihan, karena pikirannya mendadak penuh dengan Wira. Sikap Wira yang tiba-tiba menjadi sangat perhatian membuatnya menebak-nebak. Apa yang sedang laki-laki itu rencanakan?

Tadi pagi, setelah sarapan yang dipenuhi ungkapan hati Rinjani yang membuat wajah Wira berubah muram, pria itu keluar apartemen. Tak lama kemudian Wira kembali dengan membawa satu buah tongkat, alat bantu jalan untuknya. Wira juga sempat menghubungi Rea agar datang menjaganya sebelum suaminya itu berangkat ke kantor. Lalu mewanti-wanti Rea supaya langsung menghubungi Wira jika terjadi sesuatu.

Wira juga sempat berkata, kalau saja tidak ada janji penting hari ini, sudah dipastikan Wira lebih memilih tinggal dan merawat Rinjani sendiri.

Lama melamun, Rinjani lalu dikejutkan oleh suara dari ponselnya. Meski sedikit kesulitan, ia akhirnya bisa mengambilnya.

"Halo ...." Rinjani menyapa Ibu mertuanya dengan lembut. Kemudian mendengarkan beberapa kalimat dari seberang sana.

Seusai menjelaskan keadaannya kalau ia hanya terkilir biasa dan meminta maaf lantaran belum bisa menemani Cintya, Rinjani menutup panggilan teleponnya. Bersamaan dengan Rea yang datang dari arah pintu membawa satu buah hand bouquet yang berisi sepuluh bunga mawar berwarna pink yang dikelilingi eucalyptus parvifolia putih.

Saat tadi Rinjani menerima telepon dari ibu mertuanya, bel apartemennya berbunyi, Rea yang mengira pesanan makanannya datang langsung bergerak ke depan untuk membukakan pintu.

Rea lantas meletakkan buket bunga di pangkuan sahabatnya. Ia hanya mengangkat kedua bahu ketika Rinjani bertanya tentang siapa pengirimnya. "Kurir yang anter. Tuh ada kartunya."

Duduk di sebelah Rinjani, Rea ikut membaca kartu berwarna putih itu.

"Get Well Soon. A.W." Rinjani mengeja tulisan yang tertera dalam hati.

Terikat Dusta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang