Part 12

102K 8.6K 326
                                    




Mobil mewah keluaran terbaru milik Wira memasuki gerbang sebuah rumah yang didominasi cat berwarna putih. Dari luar, tampak desain eropa yang sangat kental dengan beberapa pilar menjulang tinggi. Dengan tergesa-gesa, Wira keluar dari kendaraan diikuti Rinjani yang juga berjalan cukup cepat di belakangnya.

Rinjani dan Wira sudah hampir sampai di kawasan apartemen saat ponselnya berdering. Segera Wira memutar balik arah kemudinya setelah mendengarkan suara wanita yang melahirkannya meminta ia dan Rinjani untuk segera datang ke rumah orang tuanya. Menangkap suara serak di ujung sambungan teleponnya, membuat Wira menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga tiga puluh menit kemudian mereka berdua sampai di kediaman keluarga Wiranata Kusuma.

Semakin mendekati pintu utama, telinga Wira dan Rinjani bisa mendengar suara teriakan seorang perempuan. Berlari agar secepatnya sampai ke dalam, Wira lalu mendapati adik perempuannya sedang menangis histeris di hadapan tubuh tinggi seorang laki-laki.

Sesekali tangan mungil dengan jari-jari lentik milik Cintya memukul-mukul dada Stevan yang tampak hanya diam menunduk.

Bima berdiri di belakang Cintya dengan wajah yang memerah dan rahang yang mengeras, sementara Dian duduk di sofa dengan pipi yang sudah banjir air mata.

Ada juga kedua orang tua Stevan yang duduk dengan tangan saling bertautan. Ibu kandung Stevan terlihat berkali-kali terlihat menyeka air mata yang tidak berhenti mengalir.

"Kamu jahat! Kamu jahat!" Cintya kembali histeris kemudian jatuh terduduk di lantai.

Stevan yang melihat istrinya menjerit keras berusaha menenangkan. "Sayang ... maaf ...." Ia lantas bersimpuh di hadapan sang istri. Mencoba membawa tubuh kurus itu ke dalam pelukan, tapi sekuat tenaga Cintya berontak.

"Jangan sentuh aku!" Sambil menyentak tangan Stevan, Cintya beringsut mundur ke belakang. Lalu dengan sigap Bima mengangkat tubuh putrinya dan mendudukkan Cintya di sofa bersama Dian.

Rinjani yang dari tadi berdiri tegang di ambang pintu, perlahan mendekat, dipeluknya Cintya erat seraya mengelus punggung adik iparnya itu naik-turun. Tak terasa ... matanya ikut berkaca-kaca. Dirasakannya degup jantung Cintya yang memburu disertai napas yang tersengal-sengal.

"Apa keputusan kamu sekarang?" Bima memandang menantunya dengan tajam. Setelah jeda cukup lama yang diisi oleh suara tangisan Cintya, akhirnya Bima menanyakan kembali apa yang menjadi keputusan sang menantu. Sudah hampir satu jam mereka ada di ruang tamu itu tapi belum juga ada kesepakatan yang disetujui oleh kedua keluarga.

"Saya tetap pada keputusan saya, Pa, tidak akan menceraikan Cintya," jawab Stevan tegas.

"Bajingan!" Wira maju tepat ke hadapan sang adik ipar, ditariknya kerah kemeja Stevan kuat sampai wajah keduanya yang hanya berjarak beberapa jengkal. Amarahnya sudah merangkak naik ke ubun-ubun. Ia jelas tidak rela jika adiknya harus menderita lebih lama lagi karena masih bersama laki-laki bajingan ini. Akan lebih baik kalau mereka berpisah. "Lepasin adek gue, Berengsek!" desis Wira di depan wajah Stevan.

"Nggak bisa, Bang ... gue cinta banget sama Cintya," ujar Stevan mengiba.

"Bullshit! Cinta apa yang bisa bikin lo menghamili perempuan lain?" Setengah berteriak, Wira menghempaskan tubuh Stevan keras sampai adik iparnya itu terhuyung ke belakang beberapa langkah dan berakhir menabrak dinding.

"Maaf, gue khilaf, Bang ...." Stevan menunduk lalu mulai menceritakan tentang kisah perselingkuhannya.

Tiga bulan yang lalu, ia harus terbang ke luar negeri bersama sang sekretaris karena ada beberapa investor yang menghendaki pertemuan mereka diadakan di negeri tirai bambu. Satu minggu di sana, membuatnya sangat merindukan Cintya.

Terikat Dusta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang