Tubuh Wira langsung terdorong ke belakang sesaat setelah ia melangkah memasuki kamar. Hampir saja jatuh terjerembab kalau saja tangannya tidak punya reflek yang bagus untuk berpegangan pada pintu. Belum sepenuhnya sadar dari keterkejutan lantaran didorong tiba-tiba, tangan kanannya sudah lebih dulu ditarik seseorang menjauhi kamar Rinjani.
"Ngapain lo ke sini?"
Pertanyaan yang sama terlontar dari manusia yang berbeda. Kenapa semua orang harus merasa aneh ketika ada seorang suami yang datang ke apartemen istrinya? Bukankah pikiran mereka yang perlu dibenahi? Wira merasa berhak berada di sana.
"Mau nyakitin Rinjani lagi?" Pertanyaan kedua dari Siska terucap dengan nada yang dinaikkan satu oktaf.
Rea yang baru saja keluar dan menutup pintu kamar Rinjani kemudian berjalan mendekati Siska yang sudah menguarkan aroma pertengkaran dengan Wira. Rea lekas memegang kedua bahu Siska dari arah samping agar bisa mengontrol emosi sahabatnya itu.
"Biar gue yang bicara sama dia," ujar Rea sembari berusaha menenangkan Siska.
Siska menolehkan kepalanya, ia lantas melihat Rea yang mengangguk dan menyuruhnya duduk bersama Endy di kursi meja makan.
"Rinjani kenapa?" Wira mulai bersuara usai perempuan yang pernah memberinya bogem mentah beranjak. Baginya ... berbicara dengan Rea jauh lebih baik daripada harus meladeni kemarahan Siska yang meledak-ledak.
"Rinjani lagi nggak bisa diganggu sekarang, kalau lo ada urusan penting mending besok atau lusa aja ke sini lagi." Bukannya menjawab pertanyaan Wira, Rea malah menggunakan kata sehalus mungkin untuk mengusir suami Rinjani dari sana.
"Rinjani kenapa?" Wira mengulangi pertanyaannya. Ada nada khawatir yang terselip dalam kata-katanya. Meskipun masih belum tahu apa yang terjadi pada istrinya, tapi ia dapat menebak jika ada sesuatu yang buruk. Wajah Rinjani terlihat sangat pucat.
Siska menimpali dengan sinis. "Jangan bersikap seolah lo peduli sama Jani, Bangsat!"
"Gue emang peduli." Jawaban Wira terucap lirih. Kemarahan yang tadi sudah mencapai ubun-ubun, lenyap seketika itu juga. Tubuh lelahnya kemudian ia hempaskan di sofa hitam di depan televisi. Meraup muka dengan tangan kanan, Wira mendongak menatap Rea yang tetap berdiri di depannya. Sorot matanya seakan meminta penjelasan.
Sambil menghela napas berat, Rea duduk di seberang Wira.
"Rinjani kecelakaan tadi siang, keluar dari kafe abis ketemu klien dia diserempet ojol yang buru-buru mau nganterin pesanan." Akhirnya Rea menjelaskan keadaan sahabatnya pada Wira. Laki-laki itu masih berstatus sebagai suami Rinjani yang sah. Jadi Rea rasa ... Wira berhak tahu tentang keadaan Rinjani.
Tadi siang Rinjani memang ada meeting dengan salah satu desainer yang akan memesan kain batik dalam jumlah besar untuk seragam salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi. Selepas pertemuan yang memakan waktu cukup lama itu, Rinjani berjalan terburu-buru karena memiliki janji lain dengan pengacaranya. Nahas, saat Rinjani sedang mencari kunci mobil di dalam tasnya, ia diserempet dari arah kanan oleh pengendara motor yang ternyata seorang ojek online.
Siska dan Endy yang membawa Rinjani ke rumah sakit. Lima belas menit setelah Rinjani mengabarkan keadaannya pada mereka melalui pesan di grup chatting salah satu aplikasi yang berwarna hijau. Sedangkan lelaki paruh baya yang berkali-kali minta maaf pada Rinjani sudah perempuan itu izinkan pergi untuk mengantarkan pesanan customer-nya.
Pergelangan kaki kanan Rinjani terlikir cukup parah sebab ia sempat terjatuh dengan posisi kaki tertekuk, dan siku tangan kanannya menggores aspal.
Jantung Wira berdetak sangat kencang mendengar penjelasan dari Rea. Entah apa yang tiba-tiba ia takutkan begitu mengetahui Rinjani terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Dusta (Tamat)
RomanceKetika dia yang menikahimu, memilih rumah yang lain untuknya pulang ....