Sepuluh menit berlalu, Rinjani dan tamunya hanya duduk diam saling berhadapan di sebuah kafe yang terletak di seberang kantor. Sembari bersandar dan menyilangkan kedua tangannya di dada, Rinjani amati perempuan yang menunduk di depannya. Meskipun ini adalah kali ketiga ia melihatnya, tapi Rinjani belum pernah memperhatikannya sedetail sekarang.
Wajah kekasih Wira itu dari tadi menghadap ke bawah dengan tangan yang saling bertautan di atas paha. Tanpa riasan yang berlebihan, hanya memakai bedak dan lipstik nude, yang membuat wajah Ayu tampak lugu dan polos. Sangat berbeda dengan penampilan perempuan-perempuan bermake-up tebal penggoda suami orang di luaran sana.
Ayu cuma mengenakan kaus polos berwarna putih dan jeans belel yang sangat tidak mencerminkan statusnya sebagai wanita simpanan yang biasanya memakai pakaian ketat yang kekurangan bahan. Juga jangan lupakan rambutnya yang diikat ekor kuda, membuatnya lebih mirip anak Sekolah Menengah Atas daripada janda beranak satu.
Walau memiliki keinginan sangat kuat untuk menampar wajah perempuan yang duduk di seberangnya itu, Rinjani tetap mampu menahannya. Gemuruh di dadanya karena simpanan suaminya ini berani menemuinya pun, tetap tidak membuatnya kehilangan kendali.
"Saya akan pergi kalau Anda tidak juga berbicara. Saya tidak mau membuang waktu berharga saya hanya untuk melihat Anda menunduk seperti ini."
Pelan tapi tegas, kalimat tersebut meluncur lancar dari mulut seorang Rinjani Broto Negoro. Tatapan datarnya masih terkunci pada sosok yang mendatanginya di kantor dan meminta waktu untuk berbicara berdua.
"Sa ... saya ...." Terbata-bata, perempuan bernama lengkap Rahayu Daneswari itu mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan hal yang membuatnya berani menemui Rinjani.
"Sa ... ya mau me ... meminta bantuan, Mbak." Masih setia menunduk, akhirnya kata-kata itu keluar juga dari bibirnya. Ayu sama sekali tidak berani mendongak bahkan hanya untuk sekedar mengetahui reaksi Rinjani atas permintaanya.
Sejak menikah dengan Rinjani, Wira sering sekali bercerita tentang istrinya itu saat bersamanya. Rinjani yang dewasa, Rinjani yang mandiri, Rinjani yang baik hati, juga beribu cerita lainnya yang semuanya ada Rinjani di dalamnya. Jadi Ayu merasa seperti sudah mengenal Rinjani meski tidak secara pribadi.
Dan ia menunduk bukan karena takut Rinjani akan berbuat sesuatu yang buruk padanya. Ayu hanya merasa tidak layak meminta bantuan perempuan itu setelah apa yang sudah dilakukannya selama ini dengan Wira ... menjadi duri dalam pernikahan mereka.
"Katakan dengan jelas!" titah Rinjani.
Sekilas Rinjani sempat mengernyit. Memangnya apa yang perempuan itu inginkan darinya? Bukankah Ayu sudah berhasil merampas semua miliknya?
"Anak saya ada di rumah sakit." Ayu lalu memberikan informasi dengan nada rendah.
Kedatangan pelayan yang membawakan minuman ke meja mereka membuat Rinjani menelan kembali kata-katanya. Masih menebak-nebak apa yang sebenarnya perempuan itu inginkan, Rinjani dapati satu kesimpulan. Walaupun sepertinya tidak mungkin kalau Wira tidak menanggung biaya pengobatan anak itu, tapi hanya kemungkinan ini yang didapatkan oleh otaknya.
"Anda membutuhkan biaya?" tanya Rinjani dengan senyum mengejek. Pelayan restoran telah menjauhi meja mereka.
"Bukan!" Ayu menyahut cepat. Ia bahkan berani mendongak dan menatap wajah perempuan yang sudah disakitinya. Dapat Ayu lihat ... alis Rinjani menukik tajam.
"Lalu?"
Lama Rinjani menunggu perempuan itu kembali membuka mulutnya.
Sambil memilin ujung kausnya di bawah meja, Ayu merasa pandangan datar Rinjani berhasil mengintimidasi dirinya. Ia kembali menunduk, kemudian berujar pelan. "Bisakah Mba Rinjani meminta Mas Wira menjenguknya? Dira sangat merindukan ayahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Dusta (Tamat)
RomantizmKetika dia yang menikahimu, memilih rumah yang lain untuknya pulang ....