48. Bangun

5.4K 419 40
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya!

Happy Reading

***

Sudah sehari berlalu, tetapi Haiden masih betah memejamkan matanya. Tampaknya remaja laki-laki itu sedang bermimpi indah sehingga enggan untuk membuka mata. Hal itu membuat seluruh keluarga Adibrata panik dibuatnya, tetapi dokter mengatakan jika Haiden akan baik-baik saja dan segera sadar.

Hari ini waktu masih menunjukkan pukul 10.00 pagi, Johan terlihat sedang duduk di salah satu sofa yang berada di ruang rawat inap Haiden dengan sebuah tablet berlogo apel digigit pada tangannya.

Johan memang sengaja stay di rumah sakit untuk menjaga Haiden, ia menyuruh Agatha untuk beristirahat di rumah mereka dan nanti sore boleh kembali lagi ke rumah sakit sambil membawa pakaian ganti untuk Johan.

Sementara ketiga putranya mempunyai kegiatan masing-masing. Rendra yang sedang praktik di rumah sakit lain, Jason yang harus mengikuti mata kuliah, dan Nathan yang pastinya berada di sekolah.

Perhatian Johan teralihkan saat mendengar ponselnya yang ia letakkan di atas meja bergetar. Melihat nama yang terpampang di layar ponsel, Johan pun menerima panggilan tersebut.

"Cari lagi. Saya mau memberikan dia balasan yang setimpal," ucap Johan dengan nada suara yang rendah, terdengar pelan tapi sungguh membuat yang mendengarnya merinding. Setelah itu Johan mengembalikan ponselnya ke tempat semula.

Orang yang baru saja menghubunginya adalah salah satu orang suruhannya untuk mencari Anto beserta keluarganya. Iya, Anto kabur setelah ketahuan ia yang melakukan kekerasan terhadap Haiden. Selain Anto yang hilang, anak dan istrinya pun ikut menghilang, membuat Johan sulit menemukan pria itu.

Tentu saja Johan tidak akan diam setelah perbuatan yang Anto lakukan pada putranya. Meskipun keberadaan Anto dan keluarganya saat ini entah ada di mana, tetapi Johan akan terus mengejarnya sampai dapat. Setidaknya pria keji itu harus mendapat balasan yang setimpal karena sudah membuat putranya terluka bahkan hampir kehilangan nyawanya.

Sejenak mata Johan melirik ke arah Haiden berada, seketika matanya membulat saat ia menangkap pergerakan dari tangan Haiden.

Karena takut salah lihat, Johan pun berdiri dan mendekati Haiden, tak lupa ia meletakkan tabletnya dengan asal.

Sungguh, Johan tidak salah lihat, jemari Haiden bergerak. Johan pun menatap wajah Haiden yang masih menutup matanya.

"Hei, anak Ayah," gumam Johan dengan lirih, tangannya terulur mengusap sebelah pipi Haiden dengan lembut.

Beberapa detik setelahnya, kedua bola mata Haiden mulai bergerak dan terbuka secara perlahan.

Kedua mata itu mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk, sesekali Haiden menutup matanya dan kembali membukanya secara perlahan.

"Hei," gumam Johan dengan lirihan, kedua matanya tampak berkaca-kaca saking senangnya ia melihat Haiden bangun.

"A—ayah," ucap Haiden yang suaranya bahkan hampir tidak terdengar, tetapi Johan masih bisa mendengar karena posisi wajahnya sangat dekat dengan wajah Haiden.

"Iya, Sayang, ini Ayah. Ayah Haiden," jawab Johan. Di balik masker oksigennya Haiden tersenyum tipis karena bisa melihat Johan kembali, meskipun yang Haiden tahu Johan adalah ayah angkatnya, tetapi Haiden sudah memganggap Johan adalah ayah kandungnya.

"Jangan dilepas dulu, Ayah panggil dulu dokter, ya." Haiden radanya ingin melepaskan masker oksigen yang sejak kemarin menutupi hidung sampai mulutnya, tetapi Johan lebih dulu mencegahnya.

HAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang