42. Ternyata

3.9K 355 28
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya!

Happy Reading

***

"Aarrgghh ...." Haiden membuka matanya dan langsung merasakan seluruh tubuhnya sakit. Bahkan ia tidak bisa bangun karena saking lemasnya, jadi Haiden hanya bisa terbaring lemah di atas ranjang.

Kedua bola matanya meliarkan ke seluruh sisi kamar yang ia tempati hampir tiga bulan itu.

Otaknya masih mencerna dengan keadaannya saat ini, hingga akhirnya Haiden mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya. Saat pulang sekolah tiba-tiba Anto marah besar dan memukulinya.

Haiden bingung kenapa Anto begitu marah padanya hingga harus menyiksanya seperti kemarin, bahkan ayahnya itu membawa-bawa nama keluarga angkatnya.

"Sshhh ...." Haiden kembali meringis saat kepalanya terasa pusing, ia juga ingat Anto sempat menendang kepalanya.

Luka-luka di wajahnya masih basah karena bibi Oneng yang membantunya keluar dari gudang hanya mengobati dengan obat seadanya.

Mengingat keadaan Haiden yang cukup memprihatinkan, seharusnya langsung ditangin oleh dokter takut juga jika ada luka dalam mengingat Anto memukulinya secara membabi buta. Namun, bi Oneng tidak berani hanya sekadar untuk membawa Haiden ke rumah sakit atau memanggil dokter ke rumah. Tindakan bi Oneng yang menolong Haiden ketahuan oleh Anto dan wanita itu langsung diberhentikan dari pekerjaannya.

Cklek.

Haiden mendengar suara pintu kamarnya terbuka, ia melihat seorang pelayan yang asing baginya membawa makanan dan minuman di atas nampan.

"Maaf menganggu istirahatnya, Den. Saya hanya mengantarkan makanan untuk Den Haiden," ucap pelayan tersebut sambil meletakkan nampan tersebut di atas nakas samping ranjang, lalu kembali melangkah keluar dan menutup pintunya.

Dengan tenaga yang masih tersisa, Haiden mencoba untuk bangun. Akhirnya, meskipun harus merasakan sakit di seluruh tubuhnya, Haiden pun bisa bangun.

Tenggorokannya terasa sangat kering, jadi ia ingin sekali mengambil segelas air mineral yang tadi dibawakan oleh pelayan.

Cklek.

Pintu kamarnya kembali terbuka sehingga mengurungkan niat Haiden untuk meraih gelas berisi air.

"Sudah sadar kamu?"

Kali ini yang memasuki kamarnya adalah Anto, orang yang dengan tega memukuli dirinya hingga berdarah-darah.

Haiden menatap Anto dengan tatapan lesunya, bukannya merasa iba, Anto malah terkekeh sinis.

"Ke--kenapa, Papa lakuin ini ke Haiden?" tanya Haiden dengan suara lirih. "Apa salah Haiden, Pa?"

Anto menatap tajam ke arah Haiden. "Salah kamu itu, lahir di dunia ini."

Haiden merasakan ada sesuatu yang menghantam tepat di dadanya, napasnya pun terasa berat. Mengapa? Mengapa Anto mengatakan hal seperti itu? Apa yang salah dari kelahirannya?

"Dan kamu sudah membuat perusahaan saya merugi," ucap Anto kali ini membuat Haiden bingung.

"Maksud Papa apa? Haiden gak paham."

Terdengar suara gigi bergeletuk akibat Anto yang kembali menahan amarah, pria paruh baya tersebut pun berjalan mendekat ke arah Haiden.

"Aarrghh ...." Haiden menggeram kesakitan karena Anto mencengkeram rahangnya, bahkan di tiap sudut rahang Haiden masih terdapat luka.

HAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang