22. Perbincangan

3.4K 340 18
                                    

Happy 10k readers, yeaayy!!

Kalian tau cerita ini dari mana? Komen, ya.

Happy Reading

***

Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya, keluarga Adibrata melakukan sarapan bersama di meja makan. Tak ada satu orang pun yang mengeluarkan suara, hanya terdengar suara dentingan sendok dan piring, serta suara Nathan yang meminun susu dengan sangat cepat.

Haiden berdehem setelah menelan sarapannya, lalu meminum air mineral miliknya. Ia menatap satu per satu keluarganya.

"Nanti Haiden izin pulang agak telat," ucap Haiden meminta izin.

"Kenapa?" tanya Agatha, sedangkan yang lain hanya menatap Haiden untuk menunggu jawaban remaja laki-laki itu.

"Ada kerja kelompok sebentar," jawab Haiden.

"Ya sudah, jangan lupa makan siang dan pulangnya jangan terlalu malam, ya," ucap Johan yang langsung diangguki oleh Haiden.

Setelah mereka selesai dengan sarapan masing-masing, mereka pun bersiap diri untuk pergi. Haiden dan Nathan yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya, Jason dengan style untuk ke kampus yang mampu membuat para makhluk berjenis kelamin perempuan menjerit dibuatnya, Rendra dengan pakaian kerja yang cocok sebagai seorang dokter, Johan dengan pakaian kantor khasnya, dan Agatha yang hanya memakai dress bermotif bunga-bunga.

"Ayo, Den, kita berangkat," ucap Jason bangkit dari duduknya, ia juga tak lupa menggendong tas ransel hitam di bahu kanannya.

Setiap hari Haiden memang selalu berangkat bersama dengan Jason, meskipun Jason memiliki kelas siang, tetapi laki-laki itu dengan rela dan sangat tulus mengantarkan sang adik ke sekolah. Sebenarnya, Johan sudah menawarkan Haiden untuk dibelikan motor agar anak itu mudah melakukan perjalanan ke sekolah, tetapi Haiden menolak dengan keras. Bukannya ia menolak rezeki, hanya saja ia baru dibelikan ponsel sebulan lalu dan kini Johan ingin membelikannya sebuah sepeda motor? Oh tidak, Haiden tidak mau membuang-buang uang seperti itu. Selagi Jason bisa mengantarkannya atau selagi ia bisa berangkat menggunakan angkutan umum, ia akan melakukannya.

"Iya, Bang." Haiden juga bangkit dari duduknya, menyalami kedua orang tua dan Rendra, lalu mengajak Nathan untuk high five, tapi remaja laki-laki yang seumuran dengannya itu hanya melongos.

Sudah biasa, begitu pikir Haiden. Sikap Nathan memang selalu dingin kepadanya. Hal itu pun tak luput dari pandangan semua orang, tetapi teguran pun tak pernah diindahkan oleh Nathan.

"Sudah sana kalian berangkat," ucap Johan. Dengan begitu Haiden dan Jason pun pergi.

Kini tatapan Johan menatap ke arah Nathan.

"Kenapa kamu masih aja bersikap kayak gitu ke Haiden, Nath?" tanya Johan. Nada suaranya ia jaga agar tetap lembut, menghadapi anak yang agak keras kepala seperti Nathan ini tidak boleh dengan keras, anak itu harus diperlakukan dengan lembut. Jika tidak, maka Nathan akan melawan.

Nathan menghela napas, ia menatap balik ke arah Johan. "Nathan kan udah bilang, Yah. Kalau Nathan gak suka ada anggota baru di keluarga kita."

"Sudah dua bulan, Nathan, dan kamu masih gak bisa nerima Haiden?"

Nathan terdiam cukup lama, belakangan ini ia ingin mencoba untuk menerima Haiden di keluarganya, tetapi entah kenapa Nathan tidak bisa, bahkan ia ingin mendekatkan diri dengan Haiden pun rasanya ada yang mengganjal.

HAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang