13. Rumah Baru?

4.5K 391 0
                                    

Jangan lupa vote, ya!

Happy Reading

***

Begitu keluar dari mobil, Haiden terdiam di tempat. Menatap sebuah rumah megah yang ada di hadapannya, mulutnya terbuka saking terkejutnya melihat rumah yang sangat besar itu.

"Ini rumah Ba--maksudnya, Ayah?" tanya Haiden.

Johan berjalan menghampiri anak laki-laki yang mulai hari ini resmi menjadi anaknya.

"Iya," jawab Johan.

"Wah! Bagus banget." Seumur hidupnya Haiden tidak pernah melihat rumah semegah itu.

"Kampungan banget!"

Perhatian Haiden teralih ke arah Nathan yang juga sedang menatapnya. Senyum Nathan terlihat sangat mengejek Haiden karena sikap Haiden barusan.

"Nathan! Gak boleh gitu, Nak," ucap Agatha yang juga mendengar suara Nathan.

Nathan yang mendapat teguran pun mendengus tidak suka, lalu ia memilih untuk masuk ke rumah.

"Haiden, maafin Nathan ya. Dia sama orang baru suka begitu, tapi aslinya Nathan itu anak yang baik dan penyayang banget."

Hati Haiden menjadi tidak enak mendengar nada penyesalan dari Agatha karena tingkah Nathan tadi. Padahal apa yang dikatakan oleh Nathan memang benar adanya, ia memang terlihat sangat kampungan karena baru pertama kali melihat rumah mewah.

"Ah, gak apa-apa, Bun. Nathan gak salah, gak usah minta maaf. Haiden kan emang kampungan, gak pernah liat rumah sebesar ini," ucap Haiden diakhiri kekehan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Agatha dan Johan saling pandang mendengar perkataan Haiden.

"Kita masuk, yuk," ucap Johan merangkul Haiden dan menggiringnya untuk memasuki rumah.

Haiden kembali terpesona melihat isi dari dalam rumah itu yang tidak kalah megah dari luarnya. Sebuah ruang tamu yang terlihat sangat luas dengan sofa yang terbuat dari kulit sapi asli dan beberapa hiasan rumahan seperti guci dan lukisan yang tertempel di dinding.

"Nanti kamar Haiden ada di lantai dua," ucap Agatha sambil menunjuk ke arah atas di mana kamar Haiden berada.

Haiden mengangguk. "Terima kasih, Bun, Yah."

"Makasih untuk?"

"Terima kasih udah mau angkat Haiden jadi anak kalian."

Entah kenapa suasana berubah menjadi sendu, Haiden merasa tenggorokannya tercekat dan matanya berkaca-kaca. Ia masih tak menyangka bahwa dirinya akan memiliki sebuah keluarga yang lengkap. Meskipun bukan keluarga kandung, tetapi Haiden tetap merasa bersyukur dan bahagia.

"Kok jadi menye-menye gini, sih," ucap Agatha sambil terkekeh, "Ayo Bunda anterin Haiden ke kamar."

Kali ini Agatha yang merangkul Haiden untuk membawa anak itu ke kamar barunya, diikuti Johan yang sejak tadi membawakan tas milik Haiden berisi pakaian dan barang-barang milik anak laki-laki itu.

"Ini dia kamar baru Haiden."

Begitu Agatha membuka pintu kamar tersebut, terpampanglah sebuah kamar yang amat luas beserta isinya, lagi-lagi hal tersebut membuat Haiden tercengang.

Sebuah ranjang besar yang berada di tengah kamar tersebut, tentu saja ranjang itu lebih besar dari kasur kecil milik Haiden yang dulu. Kemudian di sisi lain ada sebuah lemari pakaian yang tak kalah besar juga, mungkin jika diisi dengan pakaian Haiden saat ini masih banyak ruang kosong dalam lemari tersebut.

Mata Haiden bergeser ke kanan, melihat sebuah pintu lagi di dalam kamar tersebut.

"Itu kamar mandi, nanti kalau Haiden mau mandi di situ aja, ya," ucap Agatha mengerti arti tatapan bingung Haiden yang menatap pintu tersebut.

"Ohh ...," gumam Haiden.

Setelah melihat sekeliling kamar itu, Haiden sadar kamar baru yang akan ia tempati sangatlah luas, mungkin luasnya hampir sama dengan luas rumahnya yang dulu.

Berbicara tentang rumah, rumah yang dulu Haiden tempati akan tetap menjadi milik Haiden dan tidak akan dijual karena sesekali Haiden akan mengunjungi rumah tersebut untuk sekadar membersihkan. Rumah itu akan menjadi kenangan bagi Haiden. Alasan lain Haiden tidak akan menjual peninggalan rumah sang nenek karena siapa tahu suatu saat Haiden akan kembali ke rumah tersebut.

"Ya udah sekarang Haiden istirahat dulu aja, ya. Nanti malam kita makan sama-sama," ucap Agatha sambil mengelus kepala Haiden dengan sayang.

"Iya, Bunda," jawab Haiden sambil tersenyum.

"Selamat istirahat jagoan Ayah," kata Johan membuat senyum Haiden semakin lebar.

Haiden bisa merasakan perasaan tulus yang diberikan kedua orang tua barunya itu membuat Haiden tidak ragu ketika ia menyetujui menjadi anak angkat Agatha dan Johan. Haiden juga berharap semoga setelah ini hidupnya akan lebih baik dan lebih bahagia sesuai dengan ekspetasinya.

***

Setelah makan malam selesai Johan mengajak seluruh anggota keluarganya untuk berkumpul di ruang keluarga.

"Den, sini deh duduk sebelah Abang," ucap Jason melambaikan tangan dan menyuruh Haiden untuk duduk di sebelahnya.

"Ada apa sih, tumben banget Ayah nyuruh kita kumpul?" tanya Nathan yang mengambil duduk tepat di sebelah Rendra.

"Ayah kan pengen ngobrol sama anak-anak dan istri Ayah. Emang gak boleh?" tanya Johan balik.

"Boleh sih," jawab Nathan bergumam.

Setelah itu banyak perbincangan yang dibicarakan oleh keluarga tersebut, mulai dari Johan yang mempertanyakan pendidikan ketiga anaknya--Jason, Nathan, dan Haiden--serta pekerjaan Rendra sebagai dokter.

"Haiden, gimana kalau kamu pindah sekolah ke sekolahnya Nathan, biar bisa berangkat bareng," ujar Agatha tiba-tiba mengusulkan.

"Gak usah, Bun, makasih Haiden udah nyaman sama sekolah yang lama. Ada temen deket Haiden juga di sana," jawab Haiden menolak secara halus.

Selain tidak enak haru merepotkan keluarganya untuk pindah ke sekolah yang baru, Haiden juga malas jika harus beradaptasi lagi dengan lingkungan baru. Haiden ini sebenarnya termasuk orang yang agak susah bergaul.

"Tapi, jarak sekolah kamu ke sini lumayan jauh, Haiden. Kalau kamu pindah ke sekolah Nathan gak akan terlalu jauh." Kali ini Johan yang berbicara.

"Gak apa-apa, Yah. Nanti Haiden bisa berangkat naik kendaraan umun."

"Ngapain haru naik kendaraan umum, kamu bisa berangkat bareng Abang. Sekolah kamu juga kan searah sama kampus Abang," ucap Jason.

"Ya sudah kalau itu keputusan Haiden. Nanti Haiden sama Jason bisa berangkat bareng, atau kalau Haiden mau motor nanti Ayah belikan."

Haiden terkejut mendengar perkataan Johan. Segampang itu Johan bilang akan membelikannya motor. Jujur saja, Haiden tidak tahu pekerjaan apa yang dilakukan Johan sehingga memiliki harta yang sangat melimpah. Mungkin jika Haiden meminta dibelikan rumah, besok Johan akan langsung membelikannya.

Bersambung ....

Maaf pendek ya, semoga besok bisa update lagi.

Vote dan komen jangan lupa! 😉

HAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang