9. Ternyata

5.4K 416 0
                                    

Jangan lupa vote, ya!

Happy Reading

***

"Hai, Haiden!"

Haiden menatap wanita paruh baya yang baru saja memasuki kamar inapnya. Wanita cantik itu menyapanya dengan sangat ceria, membuat Haiden bingung dibuatnya karena ia tidak mengenali wanita itu.

"Hai, senang bertemu kembali dengan kamu, Haiden." Sapaan kali ini Haiden mengenali orangnya, dia adalah Johan—orang yang pernah ditolongnya.

Haiden kali ini benar-benar tidak mengerti situasi yang mengelilingi dirinya. Jason yang tiba-tiba bersikap baik dan lembut padanya, kedatangan Johan dan seorang wanita di sampingnya. Sungguh, Haiden benar-benar bingung dan tidak mengerti.

Jason tersenyum melihat raut kebingungan yang ditunjukkan oleh Haiden. Ia pun mengangkat tangannya dan bertengger di atas kepala remaja laki-laki itu.

"Kamu pasti bingung 'kan sama keadaan di sini?" tanya Jason yang refleks diangguki oleh Haiden.

Johan berjalan mendekati ranjang Haiden. "Izinkan saya menjelaskan situasi saat ini, Haiden."

Haiden menatap Johan, lalu kembali mengangguk.

"Sebelumnya perkenalkan dulu. Ini Agatha, istri saya," ucap Johan sambil merangkul wanita yang berada di sampingnya.

Baik, Haiden sedikit paham. Wanita yang tadi menyapanya itu adalah istri dari Johan.

Namun, masih banyak pertanyaan di dalam kepalanya. Mengapa istri Johan itu mengenal dirinya? Mengapa juga Jason tidak kaget atau bahkan canggung dengan keberadaan sepasang suami istri itu? Padahal Haiden juga merasa canggung dengan keberadaan mereka bertiga.

"Saya menceritakan tentang kamu yang menolong saya saat itu, jadi istri saya mengenal kamu."

Oke, pertanyaan yang pertama terjawab juga.

"Dan, Jason. Dia anak saya."

Coba hitung sudah berapa kali Haiden terkejut hari ini? Sejak tadi Jason terlihat sangat santai dan tidak terkejut sama sekali dengan kedatangan sepasang suami-istri itu, ternyata dia adalah anaknya.

"Kaget ya?" tanya Jason yang masih setia berada di samping Haiden. "Abang emang anaknya Ayah sama Bunda," lanjutnya.

Baik, pertanyaan kedua sudah terjawab juga.

"Te—terus, siapa yang bawa Haiden ke sini?" Pertanyaan utama yang sejak tadi berdiam di kepala Haiden, akhirnya keluar juga.

"Anak buah Ayah yang nemuin kamu pas kamu habis dikeroyok sama preman-preman itu," jelas Jason, menimbulkan pertanyaan lain di kepala Haiden.

"Anak buah?"

Haiden tidak mengerti mengapa anak buah Johan itu bisa menemukannya. Apakah hanya kebetulan? Atau—?

"Saya sengaja menyuruh orang untuk mengikuti kamu, Haiden," ucap Johan.

Ya, atau memang Johan yang memerintahkan anak buahnya, tetapi untuk apa Johan mengirim anak buahnya untuk mengikuti Haiden?

Rumit, satu kata yang saat ini ada di dalam benak Haiden. Penjelasan yang diberikan Jason dan Johan malah membuatnya semakin bingung.

"Sejak pertemuan kedua kita, perasaan saya mulai tidak enak seperti akan ada sesuatu yang menimpa kamu, Haiden. Maka dari itu saya menyuruh anak buah saya untuk mengikuti kamu, dan benar terbukti, bukan? Kemarin malam kamu dihadang oleh beberapa preman."

Johan memang tidak berbohong dengan penjelasannya itu. Sejak pertemuan keduanya dengan Haiden, Johan merasa tidak enak hati, entah kenapa ia bisa merasakan itu. Namun, ada alasan lain Johan memerintahkan anak buahnya, ia ingin mengetahui tempat tinggal dan kegiatan yang dilakukan Haiden sehari-hari.

Baiklah, Haiden sudah paham. Johan merasa hatinya tidak enak sejak pertemuan keduanya dengan Haiden takut terjadi sesuatu kepada Haiden, mungkin feeling seorang Johan sangatlah bagus, hingga ia menyuruh orang untuk mengikuti dirinya. Lalu, mungkin Johan menceritakan kejadian yang menimpa Haiden kepada anaknya—Jason—maka dari itu Jason tahu Haiden berada di rumah sakit. Itulah kesimpulan yang Haiden buat sendiri setelah mencerna penjelasan Johan.

Beruntung anak buah Johan mengikutinya kemarin malam, jika tidak mungkin Haiden sudah tidak berada di sini sekarang.

Haiden tersenyum ke arah Johan, lalu membungkukkan badannya sedikit karena seluruh badannya masih terasa sangat sakit dan ngilu.

"Terima kasih banyak, Pak Johan. Berkat Anda saya bisa selamat," ucap Haiden benar-benar tulus.

"Sama-sama, Haiden. Anggap saja ini sebagai balas budi karena kamu sudah menolong saya," balas Johan.

Terdengar suara decakan yang keluar dari mulut Jason, ketiga orang yang berada di ruangan itu pun langsung mengalihkan pandangannya kepada Jason.

"Haiden sama Ayah jangan formal gitu dong ngomongny, telinga Jason jadi gatel dengerinnya," ucap Jason.

Haiden dan Agatha terkekeh kecil mendengar gerutuan Jason, sementara Johan hanya menampilakan senyum tipisnya.

Setelah itu Agatha melepaskan rangkulan Johan yang sejak tadi bertengger di bahunya, ia bergerak untuk lebih dekat dengan Haiden. Tangan Agatha pun terangkat untuk mengusap kepala Haiden, ia menatap kedua bola mata anak itu.

Haiden yang mendapat perlakuan seperti itu pun hanya menatap Agatha balik, ia terhipnotis dengan tatapan lembut milik Agatha.

"Apa ini yang dinamakan tatapan lembut dari seorang ibu?" tanya Haiden di dalam hatinya.

"Haiden udah makan?" tanya Agatha, suaranya tidak kalah lembut dari tatapannya.

"Belum," jawab Haiden pelan.

"Bunda suapin, ya!" Haiden mengangguk tanpa menyadari penyebutan 'bunda' dari mulut Agatha.

Biarlah kali ini saja Haiden merasakan suapan dari tangan seseorang yang berstatus sebagai ibu itu. Sekali saja Haiden ingin merasakan perlakuan lembut dari seorang ibu, sebelum ia harus kembali menghadapi pahitnya hidup.

***

"Mas, aku setuju kalau kita angkat Haiden sebagai anak kita," ucap Agatha.

Saat ini Agatha tengah berada di mobil untuk pulang menuju rumahnya, bersama dengam Johan yang fokus menyetir di sampingnya.

"Aku pun mau, nanti malam kita diskusikan dengan anak-anak."

Setelah itu terjadi keheningan sesaat, Johan yang fokus dengan jalanan di depannya, dan Agatha yang menatap ke arah samping kiri jendela mobilnya.

"Tapi, Mas. Kalau mereka gak setuju gimana?" tanya Agatha dengan gumaman yang masih bisa didengar oleh Johan.

"Kalau Jason sudah pasti mau. Kamu lihat sendiri bukan bagaimana perlakuan dia ke Haiden?"

Agatha mengangguk setuju, tadi saat di rumah sakit ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Jason memperlakukan Haiden. Anaknya itu terlihat sangat menyayangi sosok Haiden. Agatha yakin jika Jason akan setuju, hanya saja entah dengan anaknya yang lain.

Entah kenapa juga Agatha dan Johan sangat kekeuh ingin sekali membuat Haiden menjadi anak mereka. Ada perasaan kasihan dan ingin melindungi anak itu, hanya itu alasan untuk saat ini bagi Agatha dan Johan.

Bersambung ....

Lanjut besok.

Maaf kalau di chapter ini banyak typo, mohon dikomen aja, ya!!

Votenya jangan lupa 😄

HAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang