Jangan lupa vote, ya!
Happy Reading
***
Pagi ini begitu terlihat sangat cerah, matahari muncul dengan senyuman dan burung-burung bernyanyi sambil terbang ke sama ke mari. Suasana pagi ini memang cukup bersahabat membuat suasana hati semua orang berseri, tak terkecuali bagi seorang remaja yang saat ini sedang mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke sekolah.
Ia sedang mematut dirinya pada cermin lusuh yang tergantung di dinding kamar kecilnya. Membenarkan kembali letak dasi abu-abu yang tadi sempat berantakan akibat ia yang harus membereskan kamarnya lebih dulu sebelum berangkat.
"Semangat buat hari ini, Haiden," ucap remaja laki-laki itu pada dirinya sendiri.
Haiden, itulah nama remaja tersebut atau lebih lengkapnya Haiden Ganga A.
Iya, ada huruf 'A' di belakang namanya, Haiden sendiri tidak tahu apa arti atau kepanjangan dari huruf 'A' tersebut. Dulu ia pernah diberitahukan oleh almarhum neneknya jika namanya seperti itu.
Maka dari itu, Haiden tidak pernah menggunakan singkatan namanya tersebut. Jadi, ia lebih dikenal dengan nama lengkap Haiden Ganga saja.
Setelah dirasa cukup rapi untuk pergi ke sekolah, Haiden pun segera keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju depan rumahnya yang terlihat begitu sederhana. Rumah peninggalan sang nenek yang sudah pergi meninggalkan ia sendiri tepat satu tahun yang lalu.
Sebelum kita tahu aktifitas yang akan dijalani oleh Haiden sehari-hari, mari kita ceritakan sedikit tentang kehidupan Haiden.
Haiden adalah sosok remaja laki-laki berusia 16 tahun yang kini masih mengenyam pendidikan di bangku SMA. Seumur hidupnya Haiden tinggal di sebuah rumah kecil tepat di pinggiran kota bersama dengan sang nenek, tetapi sekarang ia resmi menjadi sebatang kara sejak neneknya pergi untuk selama-lamanya.
Hal itu cukup membuat Haiden sangat terpukul, sosok yang selama ini menemaninya pergi begitu saja meninggalkan dirinya sendiri di dunia yang penuh dengan drama ini.
Selama ini Haiden hidup dengan ekonomi yang serba kekurangan, terkadang dalam sehari Haiden hanya bisa makan satu kali meskipun hanya makan dengan sebuah singkong atau ubi yang ia beli dari hasil kerjanya dan hasil kerja sang nenek. Uangnya terkadang memang tidak cukup hanya untuk membeli satu kilo beras, sesekali ada tetangganya yang murah hati memberinya sedikit beras dan lauk pauk untuk Haiden dan neneknya makan.
Dulu saat neneknya masih ada, wanita tua itu berjualan gorengan hasil buatannya sendiri dengan cara berjalan mengelilingi daerah rumahnya. Namun, sekarang Haiden harus mencari uang untuk kebutuhan sehari-harinya sendiri.
Sudah cukup cerita singkat tentang kehidupan Haiden yang sangat sederhana itu.
Haiden pergi ke sekolah menggunakan sepeda tua yang lagi-lagi peninggalan almarhum sang nenek. Kata neneknya sepeda itu adalah milik kakeknya pada zaman dulu, jadi tidak heran jika sepeda itu sudah terlihat sangat usang dan tua. Meskipun begitu, sepeda itu itu masih sangat bisa digunakan dan bermanfaat bagi Haiden.
Membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari rumah ke sekolahnya dengan menggunakan sepeda. Akhirnya, Haiden sampai juga di sekolah.
Haiden terus mengayuh sepedanya sampai di parkiran sekolah, ia memarkirkan sepedanya didekat parkiran motor milik siswa-siswi yang lain.
"Den!"
Seseorang memanggil Haiden tepat setelah Haiden memberhentikan sepedanya.
"Kemaren kenapa lo gak ikut latihan, sih?" tanya seorang remaja laki-laki lain yang tadi memanggil Haiden.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAIDEN
FanfictionTerkadang Haiden merasa nasibnya selalu tidak beruntung, mulai dari dirinya yang hidup sebatang kara sampai dia sendiri pun tidak tahu dari mana ia berasal. Hingga akhirnya ia bertemu dengan keluarga yang sangat kaya raya dan ingin mengangkatnya seb...