Jangan lupa vote dan komentar, ya.
Happy Reading
***
Hari ini Haiden akan resmi tinggal bersama keluarga Daraga. Dengan berat hati Haiden harus meninggalkan rumah yang selama ini menjadi tempatnya pulang, berharap rumah barunya juga bisa menjadi tempatnya berpulang.
"Jaga diri baik-baik, ya, Haiden. Ingat, Ayah sama Bunda akan tetap menjadi orang tua kamu, begitu juga dengan kakak-kakak kamu," ucap Johan memberikan pesan kepada Haiden.
Anto yang mendengar itu terkekeh. "Pak Johan kok berbicara seperti itu, saya sebagai ayah kandungnya pasti akan menjaga Haiden dengan baik."
Ekspresi Johan langsung berubah, ia menatap Anto dengan datar. "Tentu, saya percaya itu."
Setelah itu, Haiden pun pergi bersama Anto setelah ia mengucapkan terima kasih dan memberikan pelukan terakhirnya.
Di sisi lain, Agatha tidak berbicara sejak tadi, entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak.
"Bun, Bunda kok diem aja?" tegur Rendra yang sejak tadi berdiri di samping Agatha. Ternyata Rendra menyadari sikap Agatha.
Agatha terdiam sejenak, lalu ia menggeleng sambil tersenyum. "Gak apa-apa, Bunda cuma sedih Haiden pergi, tapi Bunda juga bahagia dia ketemu sama keluarga kandungnya."
Rendra tidak membalas, ia hanya menepuk bahu bundanya sambil tersenyum menenangkan. Rendra tahu, bundanya tidak sebahagia itu melepas Haiden pergi.
"Kalian tenang aja, Haiden cuma pindah rumah, bukan pindah kota. Kita masih bisa ketemu sama dia," ucap Johan juga menenangkan istri dan anaknya. Sejujurnya ia juga merasa berat untuk melepas Haiden, tidak tahu juga alasannya kenapa.
Sementara Haiden yang berada di dalam mobil bersama Anto, sejak tadi tidak ada pembicaraan apa pun. Anto sibuk dengan sebuah tablet yang ada di tangannya, sang sopir yang fokus menyetir, dan Haiden dengan pikirannya, ia masih merasakan canggung.
"Mulai besok kamu pindah sekolah ke sekolahnya Dave, ya," celetuk Anto tiba-tiba, matanya tidak beralih sedikit pun dari layar tablet.
Haiden langsung menoleh. "Haiden gak mau pindah sekolah," ujar Haiden.
Anto menghela napas, ia pun menatap Haiden dengan tatapan datar. Haiden tentu saja terkejut dengan sikap Anto yang berubah, biasanya ia melihat Anto selalu tersenyum, tetapi sekarang tidak.
"Kamu masih mau bersekolah di sekolah yang gak layak?"
"Maksudnya?"
Haiden tentu saja semakin terkejut dengan pertanyaan Anto. Apa maksud dari sekolah tidak layak? Haiden merasa sekolah yang selama ini ia tempati untuk menimba ilmu menurutnya sangatlah layak, meskipun bukan sekolah mewah seperti sekolah Dave dan Nathan. Selain itu, Haiden juga tidak mau pisah dengan temannya, Eza.
Jika Haiden harus pindah, maka ia harus kembali bersosialisasi dengan orang baru. Haiden bukanlah orang yang mudah berbaur.
"Sekolah kamu itu gak layak, dan jangan bikin malu keluarga," ucap Anto semakin membuat Haiden tidak mengerti. "Masa seorang putra Antonio Daraga sekolah di tempat kumuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAIDEN
FanfictionTerkadang Haiden merasa nasibnya selalu tidak beruntung, mulai dari dirinya yang hidup sebatang kara sampai dia sendiri pun tidak tahu dari mana ia berasal. Hingga akhirnya ia bertemu dengan keluarga yang sangat kaya raya dan ingin mengangkatnya seb...