5. Rencana

5.2K 437 5
                                    

Jangan lupa vote, ya!

Happy Reading

***

Waktu masih menunjukkan pukul 21.00, Agatha mengetuk salah satu pintu yang ada di rumahnya. Begitu mendengar perintahnya untuk masuk, Agatha pun membuka knop pintu tersebut dengan satu tangan yang memegang secangkir teh hangat.

"Hai, Sayang."

Sapaan manis Agatha dapatkan saat memasuki ruangan bernuansa monokrom tersebut.

Meskipun sudah lebih dari 20 tahun Agatha menikah dengan Johan, tetapi wanita itu masih saja tersipu malu dan jantungnya berdekat tak karuan saat Johan berdikap manis padanya.

Dengan wajah terssmu, Agatha berjalan menghampiri Johan yang masih duduh di meja kerjanya, lalu ia meletakkan secangkir teh hangan tersebut di atas meja. Sekadar informasi, Johan memang lebih menyukai teh hangat dibandingkan kopi sebagai teman lemburnya. Teh juga sedikit mengandung kafein, jadi Johan tidak merasakan kantuk saat harus lembur mengerjakan pekerjaannya, meskipun terkadang memang kantuk menyerangnya.

"Masih belum selesai, Mas?" tanya Agatha, sekarang posisinya berada di belakang Johan berniat untuk memijat pundak suaminya itu. Berharap dengan pijatan ringannya bisa membuat Johan sedikit rileks setelah diserang oleh berbagai macam berkas. Sejujurnya Agtha tidak mengerti berkas-berkas macam apa yang dikerjakan suaminya itu, yang ia tahu hanya berbagai macam bumbu dapur dan resep-resep kue hasil eksperimennya sendiri.

Agatha memang tidak memiliki pekerjaan, wanita itu hanya memiliki usaha toko kue yang cabangnya sudah menyebar di beberapa titik kota. Agatha ini memang jago masak dan membuat berbagai macam kue, dulu cita-citanya ingin menjadi juru masak terkenal seperti chef Juna, idolanya. Namun, setelah lulus dari kuliah jurusan tata boganya ia langsung dipersunting oleh seorang Johanes Adibrata sehingga ia tidak bisa merasakan yang namanya bekerja.

Awalnya Agatha meminta Johan agar mengizinkannya bekerja sebagai juru masak, tetapi Johan tidak mengizinkannya.

"Aku masih mampu buat nafkahin kamu, ngapain kamu harus kerja." Begitulah ucapan Johan saat Agatha meminta izin untuk bekerja.

Setahun, dua tahun, tiga tahun, menikah Agatha fine-fine saja dengan statusnya sebagai ibu rumah tangga, ia merasa tidak bosan berada di rumah terus karena ada anaknya yang menemani. Namun, setelah anak terakhirnya beranjak remaja atau lebih tepatnya ketika si bungsu mulai memasuki dunia putih-biru, Agatha mulai merasakan bosan.

Agatha mencoba untuk meminta izin lagi kepada Johan untuk bekerja, dan lagi-lagi Johan tidak mengizinkan. Tetapi, Johan memberikan pilihan lain kepada Agatha, pria itu menawarkan Agatha untuk membuka restoran atau usaha yang berhubungan dengan kulinernya sendiri dengan syarat Agatha hanya menjadi pemilik, mengolah resep, dan tidak boleh Agatha yang memasak atau mengerjakan pekerjaannya, dan akhirnya Agatha setuju ia memilih untuk membuka toko kue saja.

Johan memang seposesif itu terhadap istrinya. Johan tidak ingin istrinya merasa kelelahan.

Kembali ke masa saat ini, Agatha masih terus memijat area pundak sampai lengan milik Johan, sesekali wanita itu mengecup pelipis suaminya. Sementara Johan masih berkutat dengan berkasnya.

Hingga beberapa menit kemudian, Johan pun selesai dengan pekerjaannya.

"Sayang," panggil Johan sambil mendongakkan kepala ke arah belakang, di mana Agatha masih berdiri di sana. "Aku mau bicara sesuatu sama kamu."

HAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang