29. Gotcha

3.6K 371 21
                                    

Jangan lupa vote, ya!

Happy Reading

***

"Kalau ada orang yang sok akrab sama lo, gak usah ditanggepin."

Haiden yang tengah berjalan menuju motornya pun terhenti ketika suara seseorang terdengar di belakangnya.

Dilihatnya Nathan yang berada di belakangnya dengan raut wajah datar, kedua tangannya Nathan masukkan ke dalam kantung celana seragamnya.

"Lo ngomong sama gue, Nath?" tanya Haiden memastikan, karena takutnya ia yang terlalu percaya diri jika Nathan sedang berbicara dengannya padahal tidak.

Nathan mendengkus sambil memutar kedua bola matanya. "Siapa lagi orang yang ada di sini sama gue selain lo?"

"Sorry," ucap Haiden pelan. Selama hidup di keluarga Adibrata, hanya Nathanlah sosok yang sejak awal Haiden segani, mengigat sikap cowok itu yang selalu datar dan jutek kepada Haiden.

"Denger gak lo apa kata gue tadi?" tanya Nathan dengan sarkas.

Haiden mengangguk. "Iya, Nath."

Setelah itu Nathan tidak lagi membalas perkataan Haiden, ia pun berjalan menuju motor miliknya yang diparkirkan tepat di sebelah motor Haiden.

Iya, Haiden memang sudah memakai kendaraan sendiri untuk pergi sekolah, Johan yang membelikannya.

Haiden pun mengikuti langkah Nathan dan segera menaiki kuda besi itu menuju sekolah.

Membutuhkan waktu sekiar 30 menit dari rumah ke sekolah, akhirnya Haiden pun sampai di sekolahnya. Bersamaan dengan Haiden yang memarkirkan motor, saat itulah Eza baru juga sampai.

"Tugas matematika lo udah, Den?" tanya Eza. Saat ini ia dan Haiden sedang berjalan beriringan menuju kelas mereka.

Belum sempat Haiden menjawab, tiba-tiba saja mereka berdua dikejutkan dengan teriakkan para siswi yang berada di tengah lapangan basket.

"Ada apaan, sih?" Eza bertanya-tanya, begitu juga dengan Haiden. Mereka sampai harus menghentikan langkah karena penasaran.

Saat ini banyak siswi berkumpul di tengah lapangan, seperti sedang memgerumuni seseorang.

"Ada artis di sekolah kita?" tanya Eza lagi.

Haiden menggeleng, tatapannya tidak lepas dari kerumanan para siswi tersebut. Sampai akhirnya dengan perlahan kerumunan itu bergerak terbuka, seakan seseorang yang sejak tadi terkurung di sana akan keluar.

Tatapan Haiden pun bertemu dengan tatapan seseorang, Haiden tidak mengenal orang itu, tetapi orang itu menatapnya dengan dalam dan juga menampilkan seringai yang membuat para siswi kembali menjerit.

"Gak jelas banget, ayo ke kelas aja, Za," ucap Haiden, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

"Pantesan cewek-cewek pada heboh, ada anak baru ternyata," celetuk Eza.

Haiden tidak menanggapi, ia tidak peduli dengan kejadian yang baru saja ia lihat di tengah lapang tadi.

"Mau nyontek tugas matematika dong, Den," ucap Eza yang sudah duduk di sebelah Haiden.

Haiden menatap Eza dengan sinis, tetapi ia tetap memberika buku tulis yang berisi tugasnya kepada Eza.

"Baik banget deh lo, Den. Ganteng banget lagi, kalau gue jadi cewek gue bakalan pacarin lo."

Tatapan tajam dan ngeri langsung Haiden layangkan ke arah Eza, duduknya pun langsung bergeser.

"Homo lo!" ucap Haiden panik.

HAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang