36. Pergi

3.5K 284 9
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya!

Happy Reading

***

Seperti biasa, Eza melangkah dengan santai memasuki kelasnya. Begitu ia memasuki kelas, sudah banyak teman sekelasnya yang datang. Eza ini tipe orang yang datang mepet, alasannya ia malas berlama-lama di sekolah, jadi untuk apa datang ke sekolah lebih cepat. Prinsip hidup Eza itu, datang paling lambat, pulang paling cepat.

Langkah Eza terhenti di bangku yang selama ini ia tempati bersama Haiden. Namun, Eza kebingungan saat tidak mendapati tas milik Haiden di bangku sebelahnya. Biasanya Haiden akan datang lebih awal dari pada dirinya.

"Apa dia telat kali, ya?" tanya Eza pada dirinya sendiri.

Mungkin hari ini Haiden akan datang terlambat, jadi Eza tidak mau berpikiran macam-macam meskipun ia merasakan tidak enak dalam hatinya.

"Za," panggil seseorang membuat Eza yang sudah duduk di bangkunya mendongak.

"Denger-denger, Haiden mau pindah sekolah, ya?" tanya orang itu.

Eza terdiam. "Kata siapa lo ah, ngarang aja," ucap Eza sambil terkekeh.

Teman sekelasnya itu berjalan mendekati Eza, lalu duduk di bangku yang berada di hadapan Eza.

"Barusan gue habis dari ruang guru, mereka kayak ngomongin Haiden gitu dan ada kata pindah," jelas orang itu. "Makanya gue nanya lo. Lo 'kan sahabatnya, siapa tau Haiden udah ngasih tau lo duluan."

Tidak, Haiden tidak memberi kabar apa pun pada Eza, bahkan dari semalam Haiden tidak mengirimkannya pesan.

"Lo gak dikabarin sama Haiden?" tanya teman sekelasnya itu setelah melihat reaksi Eza.

Eza menggeleng. "Lo gak salah denger, Bar?"

Bara namanya, ia yang sejak tadi berbicara dengan Eza dan menyampaikan informasi apa yang di dengarnya dari para guru.

"Enggak, Za. Gue udah korek kuping semalem, jadi gak mungkin gue salah denger," jawab Bara.

Bara ini salah satu teman dekat Eza di sekolah selain Haiden, meskipun Bara tidak terlalu dekat dengan Haiden, tetapi remaja laki-laki yang tingginya mencapai 178cm itu cukup dekat dengan Eza, ia juga tergabung dalan tim basket sekolah.

Eza pun langsung mengeluarkan ponselnya. Ia mencoba untuk menghubungi Haiden. Setelah mencoba beberapa kali menelepon, Haiden tidak menjawab, kali ini Eza mencoba mengirimkan pesan dan menanyakan kebenaran dari apa yang disampaikan oleh Bara.

"Haiden gak jawab telepon gue," ujar Eza yang didengar oleh Bara.

"Sayang banget kalau Haiden beneran pindah, Za. Tim basket kita bakalan berkurang kekuatannya, dia pemain terbaik."

Eza tak menanggapi lagi perkataan Bara, bagi Eza bukan masalah anggota tim basket sekolah yang berkurang dan kehilangan pemain terbaik mereka, melainkan kehadiran Haiden yang selama ini selalu berada di dekatnya. Eza pun mulai merasa kesal, jika benar Haiden akan pindah, mengapa ia tidak memberitahu Eza? Jika Haiden pindah, siapa yang akan menemani Eza makan di kantin, duduk bersamanya di kelas, dan membantunya mengerjakan tugas yang sulit ia pahami.

HAIDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang