Jika hidup ini perlombaan, aku harap kamu hadiahnya.
—Geano Alegvaro—
Hari itu langit terlihat berawan, suasana mendung tanpa sinar terasa teduh dan menangkan. Hanya saja suasana tenang itu tidak dirasakan oleh seorang Geano Alegvaro di kaffe milik Mamanya. Pasalnya sejak satu jam yang lalu dirinya sedang dihadapkan dua surat warisan dari kedua orang tuanya, mereka menyuruh Geano memilih usaha mana yang akan dijalankan untuk menggantikan posisi orang tuanya nanti, apa Kaffe Shamus milik Lisia atau perusahaan Madison Edeva milik Andrian.Geano semakin dibuat dilema karena pilihan tersebut. Jujur saja sejak SMA pria itu hanya menekuni materi tentang kedokteran lantaran impiannya dulu ingin menjadi dokter, namun gagal karena Reizan berhasil merebut beasiswa yang Geano inginkan dulu. Dia pun beralih untuk mempelajari materi tentang ilmu hukum karena ingin menjadi dosen di fakulitas tersebut, namun ia terpaksa mengundurkan diri saat Andrian menuduh anaknya berzina dengan istri orang lain dan menyuruhnya untuk meneruskan bisnis orang tuanya.
Geano itu orang plin-plan dalam menentukan mimpi.
Jika harus mengurus bisnis, Geano mungkin akan mempelajari sistem manajemen keuangan atau bahkan ilmu perbisnisan. Dari dulu ia tidak suka hal yang berhubungan dengan bisnis, dia hanya ingin meraih mimpinya sendiri tanpa paksaan dari orang tuanya. Namun sebagai anak tunggal kaya raya, dialah satu-satunya harapan keluarga.
"Cepat, pak, anda harus memilih." sahut Rian, sekertaris dari perusahaan milik Andrian.
Bukannya menanggapi, Geano masih terdiam sambil mengetuk-ketukan pena di atas meja. Sambil menggigiti kukunya, ia terus berpikir.
"Ambilkan saya kopi panas, cepat." suruh Geano.
Rian dan Mahen mulanya hanya menatap satu sama lain, pasalnya tadi merupakan suruhan kelima dari Geano untuk mengambilkannya kopi. Rian menatap Mahen sambil mengangkat dagunya untuk menyuruh rekannya mengambilkan kopi yang disuruh tadi. Mahen hanya mendengkus kesal, ia akhirnya bangkit dari duduknya untuk mengambilkan kopi panas untuk calon putra mahkota.
"Ah, nih sekalian gelasnya." ujar Geano saat Mahen baru saja dua berjalan. Mahen lalu berbalik mengambil empat gelas kosong di atas meja dan pergi untuk mengambilkan kopi panas yang baru.
Bunyi lonceng dari pintu yang terbuka membuyarkan keseriusan Geano. Ia lantas menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk dan mendapati temannya, Faldi yang baru saja masuk.
Melihat Geano yang sedang duduk di dekat jendela pun membuat Faldi melangkahkan kakinya mendekat. Ia lantas mendudukan dirinya di depan Geano, tentunya setelah ia menyapa Rian dan menjabat tangannya. Mereka berdua sebenarnya tidak saling mengenal, hanya sebagai formalitas saja.
"Tolong ambilkan minuman buat Faldi." suruh Geano.
Jika saja pria yang menyuruhnya tadi bukan anak dari presedirnya, mungkin Rian sudah dari tadi menonjoknya. Geano memang dari tadi selalu menyuruh-nyuruhnya saja, seperti mencuci piring, melayani pelanggan, menyapu, mengepel, bahkan disuruh memijatnya. Meski sedikit kesal, Rian akhirnya mau mengambilkan minuman untuk Faldi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILEGAL ✔
ActionNama pria itu Reizan Giedeon (34), seorang dokter yang bekerja keras demi mendapatkan kariernya. Sejak istrinya meninggal bersama anak yang sedang dikandungnya, ia menjadi terpuruk hingga kehilangan jati dirinya. Keserakahan dan dendam mengubahnya m...