Berpura-pura polos menjadikanmu terlihat seperti seorang idiot
—Felix Joshpire—Tengah malam menuju pagi itu masih menujukan pukul 03:12, dan Reizan belum juga bergerak dari kursinya, masih terus berkutik di depan laptopnya hampir 3 jam. Sebelumnya ia membuat secangkir kopi panas untuk menemaninya, butuh kafeina agar kuat terjaga.
Jemarinya terhenti setelah menari-nari di atas papan ketik, sembari menggigiti kuku ibu jarinya, ia teringat lagi dengan perkataan Allen dan Felix saat bertemu tadi. Sejujurnya benci untuk memikirkannya, namun melihat rumah sakit terbengkalai tadi membuatnya teringat akan kejadian masa lalu.
Pikirannya membawa ingatan sebelas tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1999, adalah tahun dimana Reizan masih berstatus mahasiswa di Amerika. Saat itu, tepatnya di sore hari di sebuah kos-kosan ada 4 orang di sana, Reizan, Felix, Eric, dan Allen. Reizan dan Felix sedang mengerjakan tugas di sofa, sementara Eric sedang berkutik di depan layar komputer. Juga Allen baru saja memasuki pintu masuk dengan setumpuk buku di tangannya, berjalan lamban—karena bukunya berat—lantas meletakan tumpukan buku itu di atas meja.
Atensi Felix dan Reizan langsung tertuju pada buku tadi.
"Apa ini?" tanya Felix. (Dalam bahasa Inggris).
"Ini buku, bodoh!" balas Allen, pertanyaan Felix tadi dianggap retoris.
"Aku tau. Tapi untuk apa?" tanya Felix sekali lagi.
Sebelum menjawab, Allen terlebih dulu pergi meninggalkan ruang tamu hendak menuju gudang belakang. Dirinya baru saja kembali dengan membawa papan tulis lengkap dengan kapur dan buku di tangannya. Allen kembali berdiri di hadapan Felix dan Reizan, lantas meletakan dua buku di atas meja. Merupakan buku novel berjudul Frankenstein: or, the Modren Prometheus, yang terbit di tahun 1818, karya Mary Wollstonecraft Shelley. Juga buku satunya yang berjudul The Science of Life and Death in Frankenstein karya Sharon Ruston.
"Kalian tau siapa itu Frankenstein?" tanya Allen.
"Siapa?" Reizan menanggapi.
"Dia seorang dokter sekaligus ilmuan yang memiliki ambisi untuk menghidupkan manusia kembali—dia membuat manusia dari potongan-potongan mayat." papar Allen.
"Ah, yang niat bikin manusia malah semua orang menganggapnya monster?" sahut Felix yang sepertinya pernah membaca novel tersebut.
Allen menangguk menanggapinya. Pria itu lantas menyambar salah satu buku—dari tumpukan buku—lalu meletakannya pada meja di hadapannya. Dia membuka halaman tengah dan membacanya sebelum hendak membuka suara lagi.
"Menghidupkan mayat juga pernah terjadi pada januari 1803 di Royal College of Surgeons di London, oleh seorang ilmuan Italia bernama Giovanni Aldini. Dia melakukan eksperimen menghidupkan seorang narapidana bernama Geogre Foster dengan cara menyetrum kepalanya, dan dipertontonkan di depan banyak orang. Percobaannya berhasil saat Geogre menggenjang dan membuka matanya seolah dia hidup kembali." jelas Allen.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILEGAL ✔
ActionNama pria itu Reizan Giedeon (34), seorang dokter yang bekerja keras demi mendapatkan kariernya. Sejak istrinya meninggal bersama anak yang sedang dikandungnya, ia menjadi terpuruk hingga kehilangan jati dirinya. Keserakahan dan dendam mengubahnya m...