Nama pria itu Reizan Giedeon (34), seorang dokter yang bekerja keras demi mendapatkan kariernya. Sejak istrinya meninggal bersama anak yang sedang dikandungnya, ia menjadi terpuruk hingga kehilangan jati dirinya. Keserakahan dan dendam mengubahnya m...
Banyak penyesalan yang datang di setiap harinya. Namun aku tidak mau kembali ke masa lalu untuk mengulang waktu, aku tidak mau lagi merasakan masa-masa suram itu. —ReizanGiedeon—
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sore itu baru saja Reizan tiba di rumah setelah pulang dari tempat kerjanya dan langsung mendudukan diri di sofa sambil melepaskan satu-persatu sepatunya. Ia lantas mengambil remot yang ada di atas meja dan menyalakan saluran berita sore di televisi, ia hanya ingin tau kejahatan apa yang sedang trendi dibicarakan. Meski sebenarnya bisa saja ia melihatnya di internet yang lebih terbukti kebenarannya.
Sebenarnya ia ingin tau apakah kabar Rigel mengenai kebenaran bahwa dia adalah bandar narkoba akan fonomenal dan disiarkan di berita televisi atau tidak. Namun sayangnya kejadian saat acara penobatan Rigel tidak menjadi trendi—saluran berita tidak ada yang menyiarkannya, padahal saat itu banyak wartawan yang merekamnya. Direktur baru itu benar-benar bodoh untuk membayar media agar tidak menjadi pembicaraan publik.
Tapi dibicarakan lagi pun percuma, Rigel sudah tewas dibunuh Reizan tempo hari.
Nezia yang baru saja muncul dari belakang langsung mendapati Reizan sedang menonton televisi. Sejenak dirinya tersenyum, sebelum akhirnya berlari dan memeluk leher Reizan dari belakang.
"Hai, sayang! Udah pulang, ya?" sapa Nezia.
Reizan hanya menanggapi sapaannya dengan tersenyum tipis sembari mengusap pipi Nezia. Nezia lantas mendudukan dirinya di samping pria itu. Reizan menoleh dan mendapati Nezia yang hanya memakai handuk kimono dengan rambut yang basah. Ia baru saja selesai mandi.
"Rei," panggil Nezia lagi.
"Ada apa?" tanya Reizan.
Sebelum menjawab maksud dan tujuannya, Nezia menyerahkan sebuah kertas undangan berwarna ungu lilac di hadapannya, sebuah ajakan undangan di acara reuni sekolah. Raut wajah Nezia terlihat senang dengan senyumannya.
"Tadi Faldi datang ngasih ini. Ayo datang." balas Nezia.
"Faldi? Kamu kenal Faldi?" beo Reizan.
Ia tidak terkejut jika Alia mengenal Faldi, mereka sudah lama berteman. Hanya saja ia terkejut jika Nezia mengenal Faldi, harusnya dia tidak mengenal atau mengingat siapa itu Faldi.
"Aku pernah ketemu dia, dia namanya Faldi. Apa dia cowo yang aku taksir dulu? Dia bilang aku mantannya." ujar Nezia memastikan, dari tatapan dan nada bicaranya sungguh terlihat naif.
Reizan yang mendengarnya lantas tersenyum getir. Bilang apa tadi? Mantan? Faldi orang lewat saja langsung diklaim sebagai pacarnya, pria yang dikenal sebagai play boy akut itu memang dulunya sering menggoda Alia. Ia pasti mengambil kesempatan Neiza yang hilang ingatan_ rupa Alia_dengan tipu muslihatnya.
"Jadi, datang ke sana karena mau ketemu mantan? Hmm?" tanya Reizan.
"Enggak. Aku pengin ketemu teman-teman aku dulu. Faldi bilang kalo acara kaya gini, aku sama kamu gak pernah datang." tangkis Nezia.