50 | OH IT HURTS SO HARD

335 15 5
                                    

|Happy Reading|

"Kita putus,"

Dapat Keysha lihat gelengan di kepala Reygan sangatlah kencang menandakan dia tidak setuju atas perkataan barusan. Reygan mengambil tangan Keysha untuk digenggamnya, lalu menggeleng lagi.

"Hubungan kalian sudah selesai, jangan sentuh anak saya lagi!" bentak Galih melepas paksa tangan keduanya. Seketika Devan langsung berjalan ke hadapan Reygan, menatap lelaki ini dengan tenang, kemudian mengatakan sepenggal kalimat yang membuat Reygan akan membenci Devan seumur hidup.

"Till We end?"

Reygan mengepalkan tangan kuat-kuat. Sekuat tenaga langsung ia layangkan pukulan pada wajah Devan. Lalu tidak hanya itu, ia juga mengatakan sebuah kalimat yang membuat Keysha bergetar ketakutan.

"Secepatnya lo bakal mati di tangan gue!"

Galih mendorong tubuh Reygan untuk menjauh dari jangkauan Devan. Ia menatap anak laki-laki ini tak kalah tajam. Kemudian dengan enteng meninju wajah Reygan tepat ketika emosinya mulai mereda.

"Kalau sikap kamu seperti ini, kamu yang lebih dulu mati di tangan mu sendiri."

Semua kejadian ini benar-benar menghancurkan banyak pihak. Keysha membuka matanya perlahan-lahan, berusaha menghilangkan semua pikiran buruk yang memang sudah seharusnya terjadi tadi malam. Ketika mata itu benar-benar terbuka sempurna, yang ia dapati hanya ruang sunyi favoritnya selama hidup. Keysha mengusap matanya sebab terasa membengkak. Semua kejadian semalam adalah mimpi buruk yang semoga tidak akan pernah terjadi. Kiranya ayah tidak mendesak Keysha untuk melakukan permintaan yang belum cukup sanggup dia lakukan.

Ia beranjak dari tidur. Penasaran bagaimana keadaan di luar, akhirnya langkah Keysha menjauh dari kamar tidur hingga sampai ke ruang keluarga yang terdapat ayah, bunda, serta Devan. Ia ragu-ragu untuk ikut bergabung dalam keheningan.

"Ayah," panggilnya mengalihkan atensi ketiganya. Sementara Galih yang mendengar itu langsung membuang pandangan ke samping.

"Maafin Key,"

Bersamaan dengan itu, Galih beranjak dari duduk tanpa menghiraukan kehadiran Keysha. Ia bahkan tidak mempedulikan bahwa air mata anaknya kembali jatuh sebabnya.

"Ayah, maafin Keysha. Apa yang harus Key lakuin supaya bisa dimaafin?"

Keysha berbalik, menatap punggung ayahnya dengan perasaan sedih. Pundak yang selalu menjadi tempat bersandar dan mengeluh dirinya ketika lelah belajar di sekolah, kini bahkan tidak mempedulikan bahwa pikirannya sedang kacau. Bibirnya bergetar,

"Ayah nggak sedih liat Key nangis?"

Keysha bukan anak kecil yang harus selalu ditenangkan saat sedang menangis. Namun dalam pandangan kedua orangtuanya, Keysha tidak lebih dari anak kecil yang selalu butuh diperhatikan. Meskipun anak mereka sudah tumbuh belasan tahun, Galih akan menjadi salah satu orang yang tak akan menghancurkan pandangan Keysha pada Dunia. Sebab itu, sedewasa apapun Keysha kelak, di hadapan orangtuanya, ia tidak lebih dari seorang anak kecil.

Mendengar penuturan anaknya akhirnya membuat tubuh Galih berbalik. Di sana, untuk berkali-kali Keysha mendapati sisi kecewa dari sorot mata ayah.

"Kalau ayah nggak bisa lihat Key nangis, apa bisa Key nggak buat ayah kecewa?"

Detakan jantung Keysha terasa berhenti. Bingung bagaimana perasaannya sekarang ini, tapi dapat digaris bawahi bahwa ia telah menyesal mengecewakan satu sosok yang disebut Ayah. Keysha tahu, penyesalan selalu datang paling akhir. Bahkan air matanya sudah tumpah banyak masih belum juga dapat memperbaiki bagian yang lebih dulu dia rusak.

RĒYGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang