10. Menjemput Takdir

180 6 1
                                    

Berbicara tentang pertemuan.
Sebagian ada yang di takdirkan untukmu.

•••
Mobil Haidar sudah memasuki area taman rumah Shafiyah. Sedangkan Shafiyah semakin kesal di buatnya.

"Turunlah" ucap Haidar

Shafiyah pun turun ia membenarkan jaketnya. Tak lupa juga menutupi Perutnya dengan beberapa cemilan yang ia sisakan tadi.

Melangkah mengikuti Haidar.
Sesampainya mereka disambut dengan linangan air mata dari Arman.
Arman memeluk Shafiyah dan bersujud kepada Haidar.
Sebagai Rasa terimakasihnya

"Seharusnya kamu tidak pergi Shafiyah. Papa khawatir dengan keadaan mu nak." Ucap Arman kemudian

"Papa aku sudah dewasa, dan aku berhak menentukan pilihan hidup. Lagi pula sejak saat papa menitipkan aku di pondok aku sudah memikirkan ini semuanya." Ucap Shafiyah

"Tapi kamu tidak papa kan nak, papa sudah menghukum Maulana itu." Ucap Arman seketika Shafiyah bisa merasakan emosi dari papanya itu.

"Aku baik, kalau papa lupa shafiyah juga terbiasa di dunia malam. Lagi pula Maulana tidak sampai menyentuh Shafiyah." Ujar Shafiyah dengan tenang. Tapi matanya memandang tepat pada netra Haidar.
Seolah-olah mengisyaratkan tidak boleh berbicara apapun mengenai kondisinya saat ini

Sedangkan Arman hanya mampu geleng-geleng kepala. "Terimakasih nak Haidar sudah membawa putri saya pulang." Ucap Arman sambil menepuk pelan pundak Haidar.

"Om, kalau saya boleh berbicara. Saya ingin meminang anak om." Tentu saja hal itu membuat Shafiyah dan Arman terkejut.

Sedangkan Shafiyah hanya memutar matanya malas
Ia kira Haidar akan main-main.
"Bukannya Lo udah punya calon ya? Si lailah itu." Tanya Shafiyah pura-pura tidak tahu. Padahal dirinya ingin menggagalkan rencana Haidar ini

"Benar nak, kalian berdua sudah di jodohkan dari kecil. Bahkan ikatan kaluargamu dan keluarga lailah itu sangat erat. Karena keduanya sama-sama pendiri pondok. Bukan itu saja, bahkan jika kedua keluarga ini menjadi satu bukan tidak mungkin nantinya akan semakin luas kesempatan kalian untuk mengwujudkan visi misi dari ponpes." Penjelasan Arman tadi membuat Haidar mengangguk kan kepalanya.

Sedangkan Shafiyah tersenyum manis, tentu saja ia senang karena papanya masih mau mendengar kannya.

Suara telpon dari saku Haidar membuatnya teralih.
Suara Umi Salamah terdengar dari sebrang sana.
Sedangkan Shafiyah memandang Haidar dengan tatapan yang rumit. Apa keterikatan takdirnya sekarang? Apa Haidar akan jujur kepada keluarganya?

"Pa bisa tinggalkan kami dulu?" Ucap Shafiyah memohon. Sedangkan Arman hanya bisa menuruti kemauan Shafiyah.

"Ya sudah papa tinggal dulu. Ke belakang."

Setelah memastikan papanya sudah menjauh dari ruang tamu. Shafiyah mengkode Haidar untuk mengikutinya.

Shafiyah pun berhenti di taman depan.
Ia mulai mengkode Haidar untuk segera mendekat
"Gue mohon, jangan kasih tahu masalah ini ke bokap gue." Ujar Shafiyah dengan nada yang sangat pelan.

"Kamu tidak bisa menyembunyikan nya. Karena bagaimana pun perutmu akan membesar." Ucap Haidar dengan tenang

"Itu alasan gue untuk pergi, dan itu juga yang terbaik. Antara gue, keluarga Lo dan bokap gue." Lanjut Shafiyah

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang