43. ditengah Gemuruh Hujan

121 7 1
                                    

Hujan turun dengan derasnya, kilat dan angin turut menyertai. Shafiya yang saat ini berbincang ringan dengan kedua mertuanya harus berhenti berbicara.

"Hujan kali ini benar-benar deras, apa mungkin bendungan yang beberapa hari di bangun ini terisi dengan air?" Tanya pak kiyai

Memang beberapa hari terakhir ini pesantren Al-Huda membuat kolam buatan yang nantinya airnya bisa di manfaatkan untuk menyirami tumbuhan sekitar.

"Insya Allah kalau hujannya lama kolam akan terisi, dan nanti airnya bisa di gunakan untuk menyirami tanaman sekitar pesantren." Jawab Shafiya

"Ya sudah sekarang sudah malam, sepertinya hujan kali ini sedikit lebih lama turunnya. Kembalilah ke kamarmu nak."

Dengan patuh Shafiya mengangguk, dirinya kemudian berdiri di bantu umi Salamah bahkan umi Salamah mengantarkan Shafiya ke kamar.

"Ummi..." Tahan Shafiya

"Iya kenapa?" Tanya ummi Salamah

Shafiya kemudian mendekati sofa ia juga membawa umi Salamah ke sisinya.

"Ummi mungkin sebelumnya Shafiya enggan untuk bertanya apapun itu tentang Gus Haidar. Tapi bagaimana pun Gus Haidar masih menjadi suami Shafiya ummi. Sekarang sudah lebih dari empat bulan, dan Shafiya sama sekali tidak di beri kesempatan untuk bertemu."

Ummi Salamah menangis kini ia mengerti mengapa Haidar begitu mempertahankan pernikahan nya dengan Shafiya. Karena perempuan di depannya ini benar-benar lah baik. Bukan hanya sekedar mengambil kesempatan atau bahkan mencoba untuk memanfaatkan orang-orang di sekitarnya.

"Haidar tidak di izinkan untuk bertemu denganmu nak, selama Haidar masih belum mau meninggalkan impiannya. Kini, mungkin Haidar masih belum mau meninggalkan semua kesenangannya."

Shafiya tertunduk dalam, bagaimana mungkin Haidar rela..jika selama ini Haidar menyembunyikan semuanya. Shafiya kemudian berdiri.

"Ummi ada yang mau Shafiya tunjukkan ke umi." Ajak Shafiya ummi Salamah pun menurut kemudian Shafiya menuju ruangan belajar milik Haidar.

"Kenapa ke sini nak?" Tanya ummi Salamah

"Ummi lihat ini.." tunjuk Shafiya

Shafiya berjalan mendekati rak buku itu.. kemudian Shafiya menggeser rak buku itu sedikit. Ada cela disana. Barulah ummi Salamah sadar ada ruangan lain di ruang belajar Haidar

Ummi Salamah pun masuk, sedangkan Shafiya meraba raba di sekitarnya barulah ia membuka satu persatu lukisan Haidar.

"Siapa dia nak?" Tanya ummi Salamah ketika melihat gambar seorang gadis yang tampak asing baginya.

Shafiya tersenyum ketika tangannya salah membuka lukisan milik Haidar.

"Zulfa.." jawab Shafiya sekenanya

Shafiya kemudian berjalan mendekati ummi Salamah. Ummi Salamah pun memegang tangan Shafiya ketika Shafiya salah arah.

"Shafiya duduk di hadapan ummi Salamah."

"Zulfa adalah seseorang yang Gus Haidar sukai ummi, Gus Haidar juga memiliki hobi melukisnya.
Melukis bagi Gus Haidar bukan hanya sekedar hobinya tapi adalah jiwanya. Apa ummi pernah melihat Gus Haidar ketika melukis? Haha... Lengannya penuh dengan warna, wajahnya penuh keseriusan. Gus Haidar takut jika dunia tidak mendukungnya, oleh karenanya dia melukis sendirian di dalam sini." Cerita Shafiya bahkan air matanya kini meleleh.

Sedangkan ummi Salamah begitu terkejut mendengarnya. Bagaimana mungkin Haidar bisa memupuk hobinya itu.

"Andai semua orang dapat melihat bagaimana Gus Haidar melukis mungkin Gus Haidar tidak perlu menyembunyikan bakatnya. Gus Haidar tidak pernah di beri kesempatan bahkan untuk sekedar menyampaikan apa yang beliau tidak suka, dan apa yang beliau sukai. Bahkan Gus Haidar tidak pernah di beri kesempatan untuk menolak, beliau selalu menjadikan dirinya sebaik-baiknya panutan... Bahkan kebohongan se kecil ini mungkin sudah dianggap dosa besar baginya ummi. Gus Haidar mungkin sekarang tengah terpuruk, di satu sisi lainnya mungkin hatinya tidak rela. Tangannya sudah berkarya di puluhan kanvas, bahkan orang-orang mengakui keterampilannya. Tidak bisakah kita menghargai beliau?"

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang