37. Sebuah "panggilan"

210 7 0
                                    

•••
Shafiya berkali-kali membasuh wajahnya. Kini ia bahkan menepuk pipinya. Sudah tidak terhitung berapa kali ia menepuk pipinya itu. Hingga pipinya memerah.

"Lo murah banget shaf, baru kemaren Lo. Lo bilang benci kenapa sekarang jadi nyosor sih." Ucap shafiya pada dirinya sendiri.

"Sekarang gimana caranya gue ketemu Haidar cobak. Mau di taro dimana wajah gue." Ucap nya lagi

Shafiya akhirnya memilih untuk berdiam diri di balik Pintu kamar mandi. Tentu saja sekarang posisinya ada di kamar mandi sejak sejam yang lalu.
Dirinya tentu saja melarikan diri.

Sedangan Haidar masih terpaku di depan jendela kamarnya. Yang menghadap ke asrama putri.
Ia meletakkan kopi di meja nya lalu mulai terkekeh pelan. "Baru kali ini ada perempuan yang seberani shafiya." Ucap Haidar lirih

Haidar memperhatikan pintu kamar mandi yang masih tertutup itu. "Apa dia malu?" Tanyanya pada diri sendiri.

"Saya akan keluar, keluar lah dari kamar mandi itu."

Setelah mendengar suara pintu tertutup barulah Shafiya keluar dari bilik kamar mandi. Ia mulai meletakkan handuk basahnya di gantungannya.

Lalu mulai mengenakan bajunya.
Shafiya mendekati meja rias, dirinya mulai berhias tipis-tipis disana. "Ma, Shafiya udah menang sekarang." Ucap shafiya pelan. Ia mulai mengusap tangannya yang terbalut kain kasa itu.

Shafiya mulai menyisir rambutnya. Kemudian mulai menyanggulnya. Mulai mengenakan kerudungnya kembali. Melihat ke arah jam, itu sudah menunjukkan jam set lima sore. Itu artinya sebentar lagi semua santri pasti akan berkumpul di masjid.

Shafiya tidak lantas ke masjid, karena ia harus membelokkan arah nya ke asrama putri. Tentu saja untuk mengambil mukena dan beberapa kitab yang akan di bacanya di masjid.

Di pesantren Al-Huda sendiri ada beberapa kegiatan.
Kegiatan sebelum subuh yakni solat tahajud dan tadarusan sambil menunggu fajar. Dilanjutkan dengan solat subuh, lalu di pagi harinya santri akan melakukan aktivitas seperti pelajar lainnya. Yakni sekolah dengan pembelajaran umum, di sore harinya barulah ada kelas sore bisanya kelas sore hanya berfokus pada kitab-kitab saja. Sebelum Maghrib beberapa santri sudah ada di masjid tentu saja peraturan pesantren mewajibkan hal itu. Yakni menunggu solat magrib sampai Isyak. Serta di lanjutkan dengan mempelajari kitab-kitab nasional yakni kitab-kitab terjemahan misalnya. Atau kitab yang di tulis oleh ulama-ulama terkenal. Serta biasanya satu bulan sekali di pesantren Al-Huda melakukan zoom meeting dimana disana di gunakan untuk pembelajaran lintas benua.
Pantaslah citra pesantren Al-Huda sangat penting.

Shafiya terus melangkahkan kakinya hingga netranya melihat teman-temannya yang cukup akrab dengan dirinya itu.

"Teman-teman tunggu." Teriak Shafiya Shafiya berlari kecil untuk mendekati mereka yakni Jasmine, putri, lira dan juga Vivi.

Shafiya mengehentikan langkahnya ketika Mutiah berbicara "jangan dekat-dekat kami, kami tidak mau berteman lagi dengan mu. Lagi pula kami masih belum menerima fakta bawa kamu adalah istri dari hus Haidar." Mutiah muncul entah darimana.

Melihat keterdiaman mereka semua shafiya mengangguk pelan. Memang sejak awal ia sudah tidak memiliki teman jadi untuk apa ia mengemis pada mereka.

Akhirnya shafiya memilih untuk membalikkan badannya. "Lihat dia, bahkan dia tidak mau menjelaskan apa pun pada kita. Padahal beberapa hari ini kita sudah dekat." Ucap Jasmine sedikit kencang, tapi yang pasti shafiya tetap tidak menoleh ke belakang.

"Terserahlah gue gak peduli." Ucap shafiya ia menepuk pipinya pelan.

Lalu langkah mulai menjauh dari asrama putri..
Shafiya mengehentikan langkah nya di kantin pesantren, mulai memesan minuman.

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang