44. Telah sempurna

152 9 0
                                    

•••

Suara ketukan di meja membuat siapa saja terdiam gugup. Kiyai Salim kini tengah terdiam dengan tangannya yang mengetuk meja beberapa kali. Seolah tengah berpikir.

"Baiklah jika itu maumu, tapi ingatlah tugas utamamu adalah menjadi penerus Abi. Hobimu itu sebenarnya melalaikan. Makanya Abi melarangnya, tapi melihat bagaimana istrimu memberikan pembelaan terhadap mu Abi mau memberikan kesempatan untukmu. Lakukan apa maumu, tapi jangan pernah melepaskan tanggungjawab mu terhadap Al-Huda..."

Shafiya tersenyum ia mengusap pelan pundak Haidar. Sedangkan ummi Salamah melakukan hal yang sama bedanya ia mengusap tangan putranya itu. Bahkan sesekali umi Salamah terlihat menggenggam erat tangan menantunya itu.

Memang sejak semalam Haidar sudah menerima penolakan dari kiyai Salim, yakni Haidar tidak di perbolehkan untuk masuk ke pesantren Al-Huda..
ditemani oleh Shafiya yang juga tidak masuk ke pesantren. Mereka berdua tetap berada di luar pesantren.

Namun, ada ummi Salamah yang turut mendukung keduanya. Ummi Salamah membicarakan apa yang Shafiya menantunya sampaikan itu sebelumya. Hingga di pagi ini ada sedikit kabar gembira untuk keduanya.

Shafiya lantas menuju kiyai Salim, ia duduk di bawah lalu berterimakasih kepada kiyai Salim.
"Baktimu pada suami mu patut di ajungkan jempol nak." Hanya itu yang kiyai Salim bicarakan sebelum beliau benar-benar berlalu.

Haidar mendekati Shafiya lalu merengkuhnya pelan.
"Terimakasih Habibah."

Shafiya tersenyum ia kemudian mengarahkan tangannya ke tangan Haidar. "Sudah menjadi tugas seorang istri mendukung suaminya. Asalkan itu baik, lagi pula tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa melukis haram hukumnya secara mutlak. Kecuali jika menyerupai benda hidup seperti karya pahatan atau patung."

"Lagi pula hasil gambar juga mendatangkan kebaikan. Contohnya di bidang pendidikan, kebanyakan gambar-gambar hewan ataupun jenis tumbuhan di jadikan media pembelajaran kan."

Lanjut lagi Shafiya. Haidar tidak menjawab ia malah  membawa Shafiya ke kamarnya. "Kamu pasti lelah, mari kita istirahat dulu sejenak."

Shafiya menurut, ia bisa merasakan badannya sudah melayang sepertinya Haidar kembali menggendong nya. Itu membuat hati Shafiya berbunga-bunga. Bahkan seutas senyuman pun terbit di bibir mungilnya itu.

Dengan hati-hati Haidar menurunkan Shafiya ke ranjang miliknya. Haidar mengarah kan tangannya ke pipi Shafiya. Ia mengusap nya pelan, Shafiya menikmati usapan lembut itu. Ia bahkan memejamkan matanya. Samar ia mendengar deru nafas yang tidak beraturan, seperti ada seseorang yang tengah menahan tangisannya.

Shafiya mengarahkan tangannya juga ke pipi Haidar, setelah sebelumnya Haidar yang membimbing tangan itu mengarahkan ke wajahnya.

"Siapa bilang laki-laki gak boleh nangis, boleh kok. Jadi kalau Gus mau nangis, nangis aja gak papa."

Ucapan itu membuat Haidar tidak bisa menahan tangisnya. Haidar kemudian memeluk Shafiya.

"Maafkan saya Habibah, sungguh jika ada keajaiban yang membawa saya ke masa lalu. Demi Allah saya tidak akan pernah mengizinkan mu untuk bertemu dengan saya. Bertemu dengan saya membuat mu kesulitan bukan.." ucap Haidar bergetar hebat

Sedangkan Shafiya tidak menjawab ia terus mengusap punggung Haidar. Seolah berkata bahwa sekarang sudah baik-baik saja. Tidak ada yang perlu di sesali.

"Dan jika memang ada keajaiban seperti itu di dunia
Maka beberapa kali pun saya kembali ke masa lalu saya akan tetap melewati jalan ini Gus. Karena dengan ini saya menemukan jati diri saya yang telah hilang. Jadi bagaimana mungkin saya memilih untuk memilih jalan lain."

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang