47. Dunia Haidar

115 7 0
                                    

Haidar tersenyum di depan sebuah bangunan yang tepat berada di sebrang jalan pesantren Al-Huda.
Ia kemudian membuka pintu kaca itu. Semua lukisan terpampang jelas di tiap sudut dinding.

"Gus Haidar ada di sini." Salah satu karyawan mulai menyapa Haidar

"Apa galeri kita banyak pengunjungnya hari ini?" Tanya Haidar ketika netranya mendapati banyak bekas minuman di meja itu

"Benar Gus, terlebih hidangan dari Ning Shafiya benar-benar menggugah selera."

Haidar menerbitkan senyuman nya. Ketika Shafiya menawarkan kerja sama. Alih-alih memberikan resep secara cuma-cuma padanya. Shafiya malah menawarkan untuk berbisnis bersama.

Haidar mendekati satu lukisan, dimana disana ada potrenya dan Shafiya di meja penghulu. Haidar mulai mengingat masa dimana Shafiya membujuk kedua orangtuanya untuk mendirikan sebuah galeri yang nantinya bisa  menjadi tempat berburuan masyarakat yang hobi jalan itu.

Sekali lagi Haidar terkekeh, begitu banyak usaha yang telah istrinya itu lakukan. "Jangan tanya apapun Habibah terlebih perasaan saya. Karena sepertinya kamu berhasil memporak-poranda kan hidup saya. Kamu berhasil membuat ketakutan saya hilang. Dunia saya sekarang adalah kamu." Monolog Haidar

Melirik jam tangannya Haidar mulai melangkah menjauhi galeri. Karena ia harus menghadiri undangan.

Acara berlangsung dengan lancar, Haidar hanya butuh 3 jam untuk menyelesaikan perjalanan nya kali ini. Sebelum pulang Haidar mampir ke toko buku. Haidar berjalan ke arah rak buku yang dihindari kebanyakan orang. Tangannya mengambil sejenis buku braille itu. Kemudian ia menimang mana yang cocok untuk menemani istrinya nanti.

Setelah berdiam cukup lama dengan pikirannya ia kemudian mengambil semua buku ditangannya.
"Bahkan saya punya banyak uang kenapa harus repot-repot memilih." Ucap Haidar santai

Sementara orang-orang di sekeliling nya kini menunjukkan ekspresi heran. Itu karena Haidar berdiri seperti tiang di antara rak. Sehingga banyak orang yang memilih antri dari pada melewati Haidar. Karena mereka menyimpulkan jika Haidar ini bukan sembarang orang dilihat dari penampilannya.

Ya baju gamis dengan warna peci yang senada. Serta sorban yang seperti mengalung di lehernya. Tentu saja sorban itu hadiah dari tempat yang sebelumnya ia datangi.

Haidar kemudian berbalik, betapa terkejutnya dirinya ketika melihat ibu-ibu antri di belakang nya. Barulah setelah ia memperhatikan sekeliling dirinya baru paham. Kalau dirinya seperti penghalang mereka semua.

Haidar kemudian berlalu setelah mengucapkan permohonan maaf itu. Sepanjang perjalanan Haidar terkekeh "hanya karena satu nama saya benar-benar lupa segalanya."

Tidak butuh lama Haidar tiba di pesantren, ia turun dari mobilnya. Kemudian memberikan kontak kepada salah satu santri putra. "Tolong parkirkan mobil saya ya." Perintahnya

Kemudian dengan langkah besar Haidar berjalan tidak sabaran. Itu karena rasanya ia merindukan suara yang beberapa jam ini tidak lagi terdengar di telinganya.

Sementara orang yang di rindu itu kini sibuk dengan kegiatannya. Shafiya mengabiskan waktunya di Ekskul KIR. Mereka kini sedang sibuk-sibuknya. Tentu saja sejak pesantren Al-Huda berhasil menembus beberapa bidang semakin membuat para santri berpikir kritis.

Termasuk Shafiya, ia kini sedang merundingkan beberapa hal dengan mereka.

"Jadi apa kita harus menanam tumbuhan itu?" Tanya Shafiya

"Seperti nya iya Ning, teori ini belum di buktikan oleh banyak orang. Jika benar ada tanaman yang tidak di sukai binatang melatah itu sebaiknya kita menanamnya banyak-banyak terutama di dalam pesantren.."

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang