45. Janji kita

134 11 2
                                    

•••
Pesantren Al-Huda kini menjadi sorotan massa. Bagaimana tidak dalam setahun pesantren Al-Huda benar-benar mengalami banyak perubahan.
Hal ini karena pesantren ini memadukan antara majunya zaman.

Perubahan yang Shafiya hadirkan mampu membuat pesantren Al-Huda semakin bersinar.
Bahkan santri yang lulus dari pesantren pun, terbukti bisa di terima di universitas ternama di ibu kota. Bahkan sebagian yang lain ada yang mulai memasuki dunia kerja.

Shafiya sendiri kini sudah menerima takdirnya dengan penuh keikhlasan, dimana ia harus tetap menggunakan tongkat untuk waktu yang lama.

Elusan lembut di pundaknya membuat Shafiya menoleh, meskipun ia tidak bisa melihat namun ia bisa tahu dari wewangian.

"Gus..." Sapa Shafiya

Perlu kalian ketahui, Shafiya benar-benar menjadi bintang semua orang. Ia bagaikan cahaya untuk pesantren Al-Huda. Bahkan usianya baru genap 21 tahun, namun ia bisa membuktikan bahwa ia bisa bersinar terang.

"Ada kabar baik." Ucap Haidar pelan ia kemudian memeluk Shafiya dari arah belakang

"Al-kubra fashion akan ikut event se-Jawa timur."

Shafiya terlampau senang, ia bahkan tak sadar bahwa kini ia tengah berdiri di ujung tangga. Haidar menarik Shafiya ke arahnya.

"Benar, akhirnya satu persatu mimpimu tercapai Habibah." Ucap Haidar bangga.

Beberapa waktu  terakhir ini memang Shafiya tidak henti-hentinya mengeluarkan inovasi baru bagi pesantren Al-Huda. Berkat kelihaiannya di sosial media. Shafiya memang punya banyak bakat, hanya saja dulu bakatnya tertutupi oleh kelakuannya yang buruk. "Mimpi saya banyak Gus, dulu saat mama saya masih ada. Saya sering mengatakan "ma Shafiya ingin seperti mama" karena mama waktu itu benar-benar ada di puncak karirnya Gus.

Awalnya saya tidak tahu jika masakan yang saya makan setiap harinya adalah masakan dari tangan mama saya. Setelah kepergian mama saya, saya tidak benar-benar menemukan makanan yang rasanya seperti masakan mama saya. Akhirnya dari sanalah saya mengusulkan ke pada pengurus pesantren bagaimana jika skil di pesantren ini di tambah. Seperti kelas memasak misalnya atau tataboga.

Lalu ternyata ide itu tidak berhenti disana saja. Saya jadi teringat sebuah kenangan. Saya pernah melihat mama saya menjahit baju orang-orang di waktu luangnya, apa Gus tahu apa yang mama saya katakan." Shafiya tidak dapat menahan tangisannya

"Ma ayo main sama Shafiya. mama memangnya gak capek tangan mama juga luka?"

"Mama gak capek sayang, sini duduk di samping mama."

Dengan pasti Shafiya kecil menurut, ia duduk di samping mamanya. "Perempuan yang baik adalah ia yang bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Mama senang jika baju yang mama jahit dipakai orang-orang. Terlebih di pakai solat, dipakai menjalankan ibadah kepada Allah. Jadi luka ini tidak akan sebanding kan?"

"Wah mama hebat, Shaf janji akan jadi seperti mama..Shafiya akan jadi anak baik untuk mama."

Pekik Shafiya senang, ia bahkan meminta untuk di ajari.

Sejak saat itu Shafiya terus belajar banyak hal dari mamanya. Namun sayangnya takdir berkata lain.
Ketika Shafiya duduk di bangku kelas 6 ia kehilangan mamanya untuk selamanya.

Bahkan papanya sering kali menghindari nya. Sejak saat itu Shafiya benar-benar sendiri. Ia tidak lagi mengharap apapun dari siapapun. Sedingin itu dirinya dulu, bahkan ia membatasi perasaan sendiri. Oleh sebab itu kini, ketika ia mencintai seseorang ia akan berbuat semampu yang dirinya bisa.

Karena namanya Shafiya yang berarti tidak terganggu atau tenang, Naura nama tengahnya memiliki arti bunga, sedangkan Rimsha sendiri memiliki arti kebahagiaan.

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang