"Tidak ada orang tua yang sempurna.
Karena kesempurnaan itu adalah penilaian kita.
Sebagian anak perempuan mungkin
Jika ditanya cinta pertamanya siapa
'ayah adalah cinta pertama' mungkin itu adalah jawabannyaTapi ada jawaban lain
'tidak, karena luka yang pertamakali itu
Datangnya dari seseorang yang ku panggil ayah.'Tapi ada hal yang lebih penting dari kedua poin di atas. Yaitu sebuah kesadaran dan peran.
Jika dua hal ini terlaksana dengan baik.
Maka seorang anak akan mudah menangkap
Apa itu figur orang tua."•••
Bulan yang menampakkan sinarnya, kini harus telah terhalang oleh langit malam.
Mendung tiba-tiba menyelimuti kota ini.
Angin berembus kencang, beberapa kali Shafiya menarik selimutnya untuk mencoba tidur.Namun sepertinya matanya enggan tertutup.
Terlebih banyak sekali pembicaraan antara ia dan papanya tadi.Suara pintu terbuka membuat Shafiya menoleh, disana ia melihat Haidar yang baru memasuki kamarnya dengan segelas air putih ditangannya.
Seolah tidak melihat Shafiya yang terduduk di tengah kasur Haidar melanjutkan langkahnya ke arah sofa panjang di sisi kiri ranjang. Bahkan Haidar siap-siap untuk tidur.
"Lo gak ada niatan, ngucapin sepatah kata pun setelah kekacauan yang Lo buat tadi?" Tanya Shafiya
Entah mengapa ia hanya ingin tahu apa jawaban Haidar. Haidar yang semula hendak memejamkan matanya harus terbangun.
Ia melihat ke arah Shafiya, dirinya mulai menyadari kehadiran Shafiya."Karena Om Arman adalah papa kamu Habibah. Bagaimanapun papa mu berhak tahu keadaan mu yang sebenarnya." Ucap Haidar
Shafiya menyingkapkan selimutnya.
"Hahahaha... Lo itu orang baru yang baru hadir di hidup gue. Gue memang bilang kalau gue mau menjalani kehidupan rumah tangga ini sesuai dengan semestinya. Tapi Lo berbuat sejauh ini." Ucap Shafiya ia mulai merapikan rambutnya yang tadi tergerai"Habibah tidak ada gunanya berdebat sekarang. Karena papa sudah tahu. Jadi saya rasa cukup untuk hari ini." Ucap Haidar lagi
Shafiya berdiri. Ia mendekati Haidar lalu duduk tepat di samping Haidar.
"Apa yang Lo tahu tentang gue?" Ucap Shafiya pelan.Namun hening nya malam mampu membuat ucapannya terdengar dengan sangat jelas.
Mata Shafiya menatap figura yang ada di dinding itu.
Figura dengan gambar mendiang mamanya." Ma.. ma hikss... Ma ma...." Seorang anak kecil baru saja terbangun dari tidur panjangnya.
Ia terus berteriak dan menangis.
Namun tidak ada satupun orang di sisinya.
Shafiya kecil tentu saja ketakutan.Ia melepas paksa selang yang dirinya tidak tahu itu apa. Lalu darah segar mulai keluar dari kulit kecilnya.
Shafiya kecil terus berjalan, sambil menangis berharap orang yang di carinya ada di hadapannya.
"Ma... Hik... Ma... Shaf takut... Ma.." teriaknya di sepanjang lorong yang suasana agak redup itu.
Hingga langkahnya mulai mendekati keramaian sejak saat itu Shafiyah kecil tahu bahwa ia ada di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Munajat Cinta
Духовные"apaan si pa, Shafiya kan udah bilang kalau Shafiya gak mau mondok." Shafia terus berteriak ke arah Arman papanya "tapi ini demi kebaikanmu nak, papa gak mau kamu terjerumus terlalu jauh lagi. kamu mabuk-mabukan, balapan sana-sini, bahkan kamu serin...