Shafiya kini berdiri dengan kaki yang sedikit gemetar. Kini sholawat telah bergema di seluruh pesantren Al-Huda.
Shafiya memperhatikan penampilannya di cermin. Gaun berwarna putih telah tersemat di tubuhnya senada dengan hijabnya.
Shafiya menyentuh mahkota kecil yang ada di kepalanya itu. Lalu mulai memainkan melati yang baru ia sadari harumnya semerbak.
Pandangan Shafiya teralihkan ke arah pintu, disana sudah ada umi Salamah dan juga beberapa santri putri. "Bantu dia." Ucap umi Salamah.
Shafiya pun menundukkan kepalanya ketika kakinya sudah di pakaikan hels. Serta gelang kaki.
Shafiya kemudian berterimakasih.
"Terimakasih." Ucap ShafiyaShafiya di temani beberapa orang santri di kamarnya..dari sini ia bisa mendengar lantunan sholawat dari masjid.
Sebelumnya dirinya tidak mendengar, atau karena dirinya begitu kebingungan sekarang. dua bulan telah berlalu. Hubungannya dan Haidar kian membaik, tapi hubungannya dengan mertuanya terlebih umi Salamah masih canggung.
Hari ini, adalah hari pernikahan nya. Tidak lebih tepatnya hari ini adalah hari yang sangat penting untuknya. Karena setelah ini dirinya tidak bisa lari dari takdirnya. Karena dunia akan segera mengetahui kisahnya.
Bahwa dirinya adalah istri seorang Gus dari pesantren Al-Huda. Tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya. Dirinya bahkan punya keinginan untuk tidak menikah. Namun, takdir punya rencana lain. Siapa dirinya? Dirinya hanya gadis malam yang tidak tahu aturan. Dunianya adalah dunia malam, tapi takdir membawanya pada gemerlapnya cahaya.
Berjodoh dengan seseorang yang ahli agama. Bahkan tak tanggung-tanggung dia adalah seorang Gus? Nasab yang begitu mulia.
Setelah pengumuman ini, dirinya akan benar-benar membawa gelar Ning di namanya. Itu terdengar sangat sulit.
Shafiya di temani dua orang santri ia berjalan di himpit kedua santri itu.
"Hati-hati Ning." Ucap salah satu santri yang tidak di ketahui namanya itu siapa.
Shafiya di tuntun untuk menuju kursi pelaminan. Banyak pasang mata yang menyaksikan nya. Shafiya semakin gemetar rasanya. Terlebih disana ada kiyai Hasyim.
Shafiya duduk di samping Haidar. Haidar menyambut kedatangan Shafiya. Ia memegang tangan Shafiya seolah berkata "semuanya akan baik-baik saja. Tenanglah."
Namun pandangan orang-orang memiliki arti sebaliknya. Shafiya tahu itu karena dirinya sangat tahu posisinya saat ini sangat salah. Seharusnya bukan dirinya kan?
Sementara itu di luar masjid, lebih tepatnya di samping masjid ada seorang perempuan yang kini mati-matian menahan airmata nya. Namun tidak berhasil sama sekali. Terlebih pelukan hangat dari belakang nya.
"Maafkan umi lail, umi tidak bisa berbuat apa-apa lagi." Ucap umi Salamah pelan bahkan beliau juga menahan tangisannya.
Umi Salamah membawa lailah ke dalam dan semua mata memperhatikan Lailah. Bahkan bisik-bisik mulai terdengar. Acara berjalan dengan sangat lancar. Hingga sampailah acara di mana para tamu memberikan selamat kepada mempelai.
Lailah berjalan dengan kaki gemetar.
"Selamat Gus Haidar dan Ning Shafiya. Semoga Allah memberkati pernikahan kalian." dengan satu tarikan napas Lailah mengatakan itu. Ia bahkan tidak sanggup melihat mata keduanya.
Setelahnya lailah berlari dari sana. Bibir Shafiya terasa keluh bahkan untuk sekedar berterimakasih.
Tidak jauh berbeda dari Haidar. Karena Haidar juga tahu rasanya seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Munajat Cinta
Spiritual"apaan si pa, Shafiya kan udah bilang kalau Shafiya gak mau mondok." Shafia terus berteriak ke arah Arman papanya "tapi ini demi kebaikanmu nak, papa gak mau kamu terjerumus terlalu jauh lagi. kamu mabuk-mabukan, balapan sana-sini, bahkan kamu serin...