41. Berita duka

140 9 0
                                    

Kabar duka akan selalu menjadi luka. Entahlah bagaimana cara kerjanya, sudah menjadi hukum alam. Ummi Salamah yang kini sudah tergopoh-gopoh memanggil kiyai Salim

Bahkan dekorasi sisa tadi pagi masih ada. Pesantren al-huda masih di hiasi dengan bunga-bunga yang indah. Tapi sepertinya sekarang sudah tidak lagi.

"Ummi ada apa?" Ucap kiyai Salim sambil menenangkan umi Salamah.

"Haidar bi... Haidar bi..." Ucap umi Salamah terbata-bata. Bahkan tangisan ummi Salamah pun sudah pecah.

Akhirnya kiyai Salim mengambil handphone di tangan ummi Salamah. Ia mencoba untuk memahami apa yang sedang terjadi.

Tapi suara dari balik handphone itu membuat kiyai Salim menjatuhkan handphone itu.

"Kerumah sakit sekarang, tolong siapun siapkan mobil sekarang." Perintah kiyai Salim

Akhirnya santri yang terbiasa menyetir mobil milik kiyai Salim itu segera melaksanakan perintah kiyai Salim. Selama di perjalanan kiyai Salim terus memutar tasbihnya. Beliau berdoa untuk keselamatan Haidar dan menantunya itu.

Sementara umi Salamah juga melakukan hal yang sama. Sesampainya mereka di rumah sakit, ummi Salamah dan kiyai Salim berlari kecil menuju ringan yang di arahkan oleh perawat.

Hingga langkah keduanya berhenti di ambang pintu.
Mereka saling pandang satu sama lain. Lalu mendekati Haidar yang kini menunduk di sisi ranjang Shafiya.

Ummi Salamah memegang tangan menantunya itu untuk pertama kalinya. Dengan gemetar umi Salamah mengusap tangan Shafiya yang terdapat luka bakar itu.

"Ada apa sebenarnya nak?" Tanya umi Salamah lirih. 

"Shafiya menyelamatkan Haidar umi." Jawab Haidar dengan tangisannya. Ia kemudian memandang ke arah abinya.

Kiyai Salim memandang Haidar dengan tatapan marah, kecewa dan juga sedih. Semuanya seolah campur aduk sekarang.

"Apa yang kamu sembunyikan Haidar." Tanya kiyai Salim tegas

Mengalir lah cerita Haidar...

"Haidar memiliki cave dimana cave itu penuh dengan hasil karya Haidar."

"Sejak kapan?" Potong Kiyai Salim dengan tangan yang sudah mencengkram pundak putranya itu.

"Sudah lama, sejak lima tahun yang lalu"

"Kamu gila, kamu melakukan sejak kuliah? Jadi ini yang abi ajarkan padamu. Berkali-kali Abi bilang, fokus saja pada pembelajaran mu. Kenapa harus melukis, buang-buang waktu saja." Murka kiyai Salim, bahkan dengan sengaja kiyai Salim mendorong Haidar hingga Haidar sedikit terdorong ke belakang.

"Lalu apa yang terjadi dengan menantu Abi?" Tanya kiyai Salim

"Cave milik Haidar kebakaran, Haidar mencoba untuk menyelamatkan lukisan Haidar. Tapi....tapiii Shafiya menyelamatkan Haidar dan lukisan Haidar."

Tamparan sudah Haidar terima. Kini Haidar tertunduk pasrah.

"Gila kamu."  Ucap kiyai dengan marah beliau pergi ke luar. Sedangkan ummi Salamah masih setia di sisi menantunya itu.

Percayalah sebenci apapun kita pada orang, ketika seseorang yang kita tidak sukai itu terkena musibah
Hati kecil kita sebenarnya juga terluka. Hanya terkadang jika seseorang menuruti nafsunya maka kesenangan yang semu di rasa.

"Kenapa dengan matanya?" Tanya ummi Salamah. Karena kini kedua mata Shafiya terbungkus oleh perban dan lain kasa.

"Ada luka di matanya..." Jawab Haidar lirih, kini ia melihat ke arah Shafiya yang kini masih terbaring lemah.

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang