04. Sebuah tekad

220 8 0
                                    

Seseorang bisa kapan saja berubah.
Karena ia memiliki tekad dalam dirinya.
Perubahan yang baik, atau sebaliknya.

~Shafiya Naura Rimsha

•••
Angin malam membuat shafiya yang sebenarnya sudah tertidur kini membuka matanya. Ia mulai mendengar suara santri dari kejauhan.
Shafiya teringat janjinya kepada pak kiyai.
Untuk itu dia segera memutuskan untuk kembali.
Ia berlari secara mengendap-endap guna tidak terlihat.
Setelah berhasil melewati para santri shafiya pun buru-buru mengambil mukena nya. Ia segera melakukan wudu.
Setelah nya ia bergegas ke masjid.

"Hufff untung kagak telat." Ujar Shafiya tatklah sampai di samping lailah.
"Alhamdulillah kamu nepatin janji, aku kaget pas tahu kamu gak ada" ucap lailah
"Gue kan udah bilang mau berubah, artinya gue sedang. Berusaha." Cuek shafiya
Setelah nya shafiya melaksanakan sholat dua rakaat itu.
Rasanya sudah lama ia meninggalkan solat ini.
Kapan terakhir kalinya?
Mungkin setelah kematian mamanya.
Kelas 6 SD mungkin?
Tidak lebih tepatnya kelas 1 SMP
Ah ternyata lama juga.
Shafiya tak lupa bagaimana cara mamanya mempraktekkan sholat dan mengajarinya.
Ia tidak pernah lupa soal ajaran-ajaran dari mamanya.
Sedangkan santri Wati lain bagitu takjub, tatkala melihat syafiah sholat tahajud bukan apa-apa.
Namun rasanya mereka seolah-olah melihat seorang hamba yang begitu menikmati pertemuan dengan Tuannya.
Ia dapat merasakan itu, seolah-olah ada ribuan cahaya yang mengelilingi shafiya.
Para santri pun mulai mendekati shaf. Yang dekat dengan shafiya lalu juga mulai melakukan sholat.
Entah mengapa malam itu seolah mendapat suasana baru.
Bahkan para santri melihat betapa lihainya seorang syafiah mengeluarkan suara merdunya ketika bermuraja'ah.
Bukan sampai di sana saja, caranya membaca, panjang pendeknya dan juga mahrojul hurufnya begitu sempurna. Tajwid yang dibacanya pun mengitu mahir.

Sedangkan shafiya tidak sadar ketika membaca Alquran di pandangan nya kini hanya ada dirinya dengan mendiang mamanya. Ia begitu semangat membaca Alquran.
Ia dialah Shafiya perempuan yang kalian Padang remeh ternyata seseorang yang ahli dalam membaca Alquran.
Dialah Shafiya perempuan yang sejak kecil sudah di didik oleh mamanya dengan didikan yang baik.
Tak ayal jika ia mengingat semua pengajaran mamanya.

Pagi-pagi shafiya telah membuat heboh satu pesantren. Kalau yang awalnya ia membuat Onar, sekarang sebaliknya.
Shafiya sekarang membuntuti lailah ke ndalem.
Ia duduk dan mulai memotong buncis.
"Shaf, kamu gak papa kan kerja begitu." Ujar lailah tak enak hati. Bukan apa-apa ia masih mengingat bagaimana shafiya waktu lalu menolak mentah-mentah kerjaan itu.
"No problem sih." Santai syafiah.
Ia mulai memotong wortel dan sejenisnya.
Setelah selesai mulai mencucinya.
"Ehh lailah gue aja ya yang racik bumbunya." Minta syafia.
"Boleh, kebetulan aku harus goreng ikan."
"Shafiya pun mulai meracik bumbu tumisan untuk masakan pagi ini, ia mulai menambahi beberapa bahan ke masakannya."

Wangi dari masakan pun sudah menguar dan shafiya merasa senang. " Akhirnya jadi.." ucapnya senang
Sedangkan lailah juga sudah menyelesaikan gorengannya.
"Lailah nitip kompor matiin ya, gue kebelet nih." Ujar Shafiya terburu-buru
Sedangkan lailah tidak mendengar suara shafiya karena dirinya sibuk berbicara dengan ibu Ningsih.
Shafiya yang kembali dari toilet pun merasa heran taktlah melihat Gus Haidar ada didapur bersama lailah dan juga umi Salamah.
"Shafiya kamu buat ulah lagi." Ujar Gus haidar
Sedangkan shafiya mulai mengerutkan dahinya. Tanda ia sedang kebingungan.
"Gak usah asal nuduh ya Lo?" Ucap shafiya tak terima.
Netra shafiya beralih pada lailah yang tangannya sibuk di pegang oleh umi Salamah.
"Lailah Lo kenapa." Tanya shafiya mulai mengabaikan pandangan tajam orang di depannya ini.
"Kamu gimana si shaf, kompornya nyala dan disebelah kompor nya ada sapu tangan alhasil kebakar. Kamu malah pergi." Marah lailah pun mulai terisak di pelukan umi Salamah.
Sedangkan shafiya mulai tersenyum miring.
"Ohh ya, Lo gak inget gue berpesan apa." Ucap shafiya.
Namun perdebatan itu di hentikan oleh Gus Haidar.
"Cukup shafiya, memang pada dasarnya kamu yang ceroboh. Sebelum ada kamu pondok ini baik-baik saja."
Perkataan dari Gus Haidar membuat shafiya semakin tersenyum
"Haidar gak baik nak ngomong begitu." Tegur umi salama.
"Gak kok umi, anak umi gak salah. Saya yang salah. Tapi Gus haidar Lo boleh cek cctv yang ada di atas Lo itu. Setelah nya baru nyimpulin jangan asal nuduh.."

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang