07. Tentang Waktu

191 6 0
                                    

Pada bait aksara akan di temui nada
Pada bait puisi akan kau jumpai irama
Dan pada takdir-Nya kamu akan menjumpai
Ketabahan yg menentramkan Atma

Munajat Cinta

•••
Shafiya yang mulai terbiasa bangun di jam tiga itu kini sudah menggeliat tak nyaman. Di liriknya jam weker di samping kasurnya.
Ia mulai menguap dan berjalan ke arah kamar mandi.
Meskipun dirinya sedang datang bulan.
Wajib bagi para santri untuk ke masjid walaupun sekedar di emperan.
Tentu saja untuk mendengarkan kultum ba'dha subuh.
Bagi mereka santri yang tidak bisa solat, maka boleh baginya untuk datang setelah sholat subuh.
Tapi tidak pada shafiya.
Ia sudah siap dengan penampilan barunya.

Kemeja kotak-kotak dengan sarung warna senada, hijab segi empat yang telah melekat di kepalanya.
Kaos kaki yang ia pakai juga sudah memandakan bahwa dirinya benar-benar siap ke masjid.

"Lohh shaf, katanya haid kok kamu sudah siap gini." Tanya Lailah

Shafiya memandangi lailah yang kini sudah memakai mukena lengkap dengan sajadah di tangannya.
Ahh aura Ning seperti nya memang cocok untuk sosok Lailah.
Jika ia boleh berpendapat, Lailah adalah sosok yang penuh dengan kelembutan, senyumannya manis. Ia memang tidak cantik. Tapi wajahnya tidak dapat dipungkiri manis untuk di ingat.

"Ahh ya, males kalau sendirian jalan ke masjid." Ujarnya seadanya

Jika kemarin-kemarin shafiya akan sibuk dengan dunianya sendiri, kini Shafiya tengah duduk bersama santri yang lain.
Mereka-mereka yang tidak bisa solat , ia mulai membuka catatan yang akhir-akhir ini memang selalu menemaninya.

Mulai kembali membaca dan menghafal nya itulah alasan mengapa dirinya bisa ingat semua inti dari dari kitap-kitap yang di pelajari nya.

Hingga tak terasa waktu sudah fajar sebentar lagi matahari akan terbit. Dan shafiya mulai mencatat beberapa patuah yang di sampaikan pak kiyai di mimbar ini
Tangannya yang meliuk-liuk di atas kertas itu sudah memandakan ia mulai Lihai melakukannya
Ya telinga dan tangannya berfungsi dengan baik
Hingga pertanyaan dari pak kiyai membuat shafiya menghentikan tulisannya
Dan mulai mengangkat kepalanya ia melihat tidak ada satupun santri baik dari perempuan maupun laki-laki yang menjawab.
Ia mulai memandangi catatan nya lagi
Ia tersenyum dan mulai mengangkat tangannya.
Kakak pengurus yang kemudian melihat itu mempersilakan shafiya untuk berdiri.
Tentu saja karena posisi shafiya di luar jadi semua mata mulai melihat ke arahnya.

"Cukup singkat pak kiyai, jawaban nya adalah Ruhiya."

Sedangkan para santri yang mendengar itu tertawa mengejek bagaimana mungkin jawabannya itu ruh?

"Alasannya shafiya.." suara dari dalam masjid membuat shafiya kembali melihat catatan nya.

"Pak kiyai tadi menyampaikan, bahwasanya Ruh akan merasa tidak terima ketika berbuat maksiat.. bukankah manusia sebelum lahir sudah dalam keadaan beriman. Bahkan kami calon-calon manusia ini sudah di perlihatkan perjalanan kami, dan kami dengan tegas mengaku beriman dengan kata lain mempercayai bahwa hanya Allah dzat satu-satunya yang wajib di sembah. Maka dari itu ketika kita melakukan sebuah dosa Ruhiya tadi tidak terima dalam tanda kutip ada hal magis di sana yang terkadang membuat kita merasa menyesali perbuatan kita."

Jawaban lugas dari shafiya membuat para santri terperangah.

"Lalu pertanyaannya mengapa ada Ruhiya yang tidak pernah menyesal bahkan setelah berbuat buruk? Mungkin karena hubuddunnya terlalu cinta dunia. Sehingga tertutup sudah"

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang