34. Terluka

163 8 0
                                    

•••

Plak....plak...

Tamparan demi tamparan Lailah terima, itu adalah abinya kiyai Hasyim.
Sementara Umi Salamah kini memohon untuk menghentikan tamparan terhadap Lailah.

"Saya pohon kiyai, sudah cukup jangan tampar Lailah lagi."

Namun kiyai Hasyim seolah tuli, ia tidak memperdulikannya. Bahkan kini pipi Lailah sudah memerah.

"Apa ini yang Abi ajarkan padamu nak." Tanya kiyai Hasyim dengan suara yang nyaris bergetar itu.

Lailah hanya mampu menggeleng kan kepalanya pelan. Ia tidak memiliki keberanian untuk sekedar menatap wajah abinya itu.

"Lalu kenapa nak, kamu mempermalukan Abi. Kamu merendahkan derajat mu sendiri." Kali ini kiayi Hasyim bertanya lagi namun dengan nada yang lirih.

Barulah Lailah mendongak, barulah Lailah berani untuk menatap wajah kecewa abinya itu.

"Maaf bi, maaf.." lirih Lailah

Sedangkan Umi Salamah kini memeluk Lailah erat.
"Jangan salahkan anak ini, salahkan saja saya..saya yang menyuruh nya untuk tidak menyerah. Saya yang menyuruh nya untuk menggoda anak saya." Ucap Umi Salamah

Sedangkan kiyai Salim yang sejak tadi terdiam itu kini hanya mampu memandang kecewa istrinya yang kini juga telah membuat nya malu.

"Apa dengan tidak menikah dengan putramu anak saya bisa mati?" Tanya kiyai Salim dengan murkanya.

"Tidak Abi...Lailah tidak akan mati" ini jawaban yang Lailah berikan.

"Lantas mengapa menurunkan marwahmu sebagai perempuan nak, apa kamu tahu cinta tidak akan membuatmu mati. Cinta tidak akan membuatmu berhenti bernafas sekalipun cinta itu melukai mu. Selamanya cinta tidak menghambat hidupmu. Hidupmu akan tetap berjalan."

"Jangan menasehatinya, hatinya telah di butakan oleh cinta. Putri anda tidak akan pernah menerima nasehat itu..." Suara Shafiya menggelegar di seluruh ruangan.

Ia baru saja tiba di ruang tamu karena sejak semalam ia tidak keluar kamar. Begitupun juga dengan Haidar. Mereka berdua kini berjalan beriringan menuruni tangga.

"Siapa kamu?" Tanya kiyai Hasyim

"Dia menantuku Hasyim." Setelah sekian lama kiyai Salim tidak berbicara kini ia mengeluarkan suara juga.

Kiyai Hasyim kemudian memandang Shafiya, ia tidak percaya putrinya terluka karena kehadirannya.
"Seandainya kamu tidak di sini, mungkin putri saya tidak akan terluka."

Kini Lailah semakin terisak di pelukan Ummi Salamah. "Sampai kapanpun Lailah yang akan ummi anggap sebagai menantu Al-Huda." Itu adalah suara Ummi Salamah yang menunjukkan bahwa hadirnya Shafiya bukanlah sebuah kemauan.

Shafiya mengepalkan tangannya, ia memandang ke arah Lailah. Yang kini sudah menangis tersedu-sedu itu. Shafiya kemudian mendekati Lailah. Namun Ummi Salamah menghalanginya. Ia mendorong shafiya dengan kuat. Shafiya yang tidak menduga itu harus terjatuh dengan kepala yang mengenai ujung meja.

Semua orang kaget termasuk Ummi Salamah yang kini duduk dengan gemetar. Haidar yang melihat itu langsung menghampiri Shafiya. Ia memangku shafiya. "Tolong hubungi ambulan." Teriak Haidar dengan tatapan penuh kekhwatiran.

Sedangkan Shafiya yang masih bisa mendengar suara di sekeliling itu mencoba untuk membuka matanya setelah sakit di kepalanya kembali mendera.

Shafiya memandang umi Salamah dan lailah secara bergantian. "Bukan hanya Lailah yang terluka, tapi saya juga terluka." Setelah mengucapkan itu shafiya tidak sadarkan diri. Haidar segera membawa shafiya ia berlari dengan mengendong shafiya.

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang