29. Sang Menantu memulai Perjalanannya

166 6 2
                                    

•••

Para guru berbincang hangat di ruang guru itu. Mereka tentu saja membecarakan si gadis kota yang tiba-tiba menjadi sangat memukau belakangan ini.

"Bener ustadzah Muti'ah Shafiya menjawab dengan lugas bahkan saya sempat ragu. Tapi ketika saya memberikan pertanyaan kedua shafiya menjawab dengan baik lagi." Cerita ustadzah Nur.

Sejak kembalinya shafiya ke pesantren Al-Huda ia sudah menjadi bahan omongan para musrifah ( guru ). Bahkan kemarin Ustadzah Muti'ah yang sangat antusias bercerita tentang Shafiya. Namun, bukan hanya omongan belaka. Karena sekarang Ustadzah Nur juga membawa kabar yang sama..yakni seorang Shafiya murid yang awalnya nakal itu kini menjadi murid yang baik. Bahkan lebih aktif di kelasnya.

Sementara di ruang sebelah, Kiyai Salim mendengar itu. Menantunya telah memulai perjalanannya. Bahkan lebih cepat dari yang ia kira.

"Ya Allah ya Gusti, maafkan hambah. Telah meragukan takdirmu. Seharusnya hamba yakin, dengan terpilihnya Shafiya sebagai menantu hamba. Itu tidak lain dari kehendak Mu ya Allah." Ucap Kiyai Salim lirih. Bahkan kini matanya sudah berkaca-kaca.

Ketukan pintu membuat kiyai mengalihkan pandanganya ia buru-buru menghapus air mata yang tanpa sengaja keluar itu.

"Walaaikumsalam masuklah."  

Seorang santri Putra yang tidak di ketahui namanya itu muncul dari arah pintu. Ia kemudian Salim dengan takdzim.
Kemudian duduk di karpet bawah. Baru setelah kiyai Salim memerintahkan nya untuk duduk di sofa. Santri putra itu duduk di atas sofa.

"Begini Pak kiyai, tadi sebelum subuh Gus Haidar telah berangkat ke pulau Madura. Bu Nyai memerintahkan beliau untuk mengisi acara di salah satu pesantren di guluk-guluk. Sekarang Gus Haidar sudah di perjalan menuju pesantren annuqiyah." Jelas nya

"Istri saya yang memerintahkan nya?" Tanya Kiyai Salim

"Enggeh kiyai..."

Kiyai Salim menepuk dadanya pelan. Ini jelas salah.
"Pesantren annuqiyah kan?" Kiyai Salim kembali bertanya

Santri itu pun mengangguk..

"Tolong panggilkan Shafiya, suru menemui saya." Perintah Kiyai Salim

Santri putra itu pun menurut, Lantas keluar dari ruangan kiyai Salim. Sampailah di perbatasan antara batas putra dan putri.

"Heh kamu..." Teriaknya

Shafiya yang awalnya mau ke arah ruang pengurus pesantren. "Loh manggil gue?" Teriak Shafiya juga.

Santri putra itu pun mengangguk.
Shafiya lantas mendekati santri itu.
"Kenapa?"

"Kamu di panggil kiyai Salim, ke kantor."

"Btw nama Lo siapa?"

"Rusdy.."

"Oke masih ya.."

Itu adalah sepenggal percakapan mereka. Shafiya lantas melangkahkan kakinya menuju kantor. Shafiya mengetuk pintu ruangan kiyai Salim. Baru setelah mendengar respon dari dalam shafiya masuk.

"Tutup pintunya.." ujar kiyai Salim

Shafiya pun menurut, ia lantas menutup pintu itu. Ia kemudian mendekati kiyai Salim. Shafiya masih berdiri. Setelah di izinkan untuk duduk barulah Shafiya duduk.

"Apa kamu tahu suamimu tengah keluar kota?"  Tanya Kiyai Salim memulai pertanyaan.

Shafiya mengangguk kan kepalanya.

"Mengapa kamu membiarkan suamimu pergi sendirian nak. Apa kamu tidak tahu ibumu sudah merencanakan ini semua. Sekarang pasti Lailah dan Haidar sudah bertemu." Lirih kiyai Salim

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang