08. Keterkaitan Takdir

187 6 0
                                    

Masa lalu adalah bagian dari takdir
Yang tak mungkin bisa kamu ubah

••••
Gus Maulana, anak pertama dari Umi Salamah dan Kiyai Salim.
Gus Maulana tidak se populer adiknya.
Ia dari kecil sudah besar di pondok temen abinya.
Ia baru kembali 6 bulan terakhir setelah memutuskan untuk mengabdi kan dirinya di pondok abinya.

Tapi ketenangan terusik sejak gadis bermata bening itu masuk dalam hidupnya.
Wajah itu adalah wajah yang ia paling benci di dunia ini.

Karena Aisyah teman masa kecilnya harus merenggut nyawa.

Maulana mulai membuka album kecilnya, ia mulai mengingat kenangan masa kecilnya. Dimana ia sering melarang Aisya kecil untuk makan eskrim, jika tahu umurnya tidak akan panjang ia akan selalu menemani Ais kecilnya itu.

"Bang Lana nanti temenin Ais ya... mau beli esklim"

"Gak boleh kata ustazah." Ucap Maulana kecil

"Ihh kok ga boleh, kan cuman dikit" teriak Aisya kecil

"Tunggu gede aja kalau gitu" ucap Lana

Lembar berikutnya Maulana kembali ingat, hingga pada lembar terakhir foto di albumnya

"Bang Lana, Ais punya temen dia cantik Lo."

"Masih Cantikan Ais, siapa temen nya?"

"Ini, shaf dia anak ustadzah Erna Lo." Antusias Aisya kecil menceritakan shafiya

"Bukan aku bukan temen kamu ya, lagi pula aku cuman mau ketemu mama." Suara anak kecil itu mengganggu kuping Lana kecil.

"Kamu kasar banget jadi anak, liat kan Ais jadi cemberut." Marah Lana kecil

"Yaa kan salah sendiri wlee"

Ingatan itu membuat Maulana kembali tersulut emosi..
Sedari kecil shafiya memang tidak punya rasa sopan santun.
Maulana kembali mengingat tragedi itu
Tragedi yang menewaskan aisnya.

"Tolong Ais bang sakit.." tangisan Aisya kecil tak terelakkan ketika kepalanya sudah penuh dengan darah di lantai itu.

Maulana kecil bingung harus apa?, tapi matanya menatap benci pada anak di atas tangga itu. Dia shafiya. Dengan penampilan yang sama berantakan nya.
Ada sedikit luka cakar di tangan nya.

"Kamu jahat, Ais jatoh karena kamu."

"Bukan aku tapi dia yang jatoh sendiri" ungkap shafiya

Beberapa saat setelah pertengkaran dua anak itu datanglah beberapa orang dewasa.
Mereka kemudian membawa Aisya. Namun sayang Aisya sudah tidak bernyawa.

Sejak saat itu Maulana benci mata hazel itu

Tepukan singkat di bahu Maulana menyadarkan kannya.
"Bang, kenapa?" Tanya Haidar

Namun Maulana tak menjawab ia memilih untuk pergi.

Sementara di asrama, shafiya sudah mulai lemas. Karena habis rujakan Tentunya.
Memeriksa jadwal di sore hari nanti, ternyata tidak ada hafalan baginya. Karena ia sudah menyelesaikan nya. Itu tandanya ia bisa santai sedikit.

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang