24. Al-Huda tanpa perempuan bermata teduh

146 4 0
                                    

•••

Suara notifikasi dari handphone shafiya membuat shafiya menghentikan aktivitas nya. Yakni membalut lukanya sendiri.

Ia melihat pesan dari Haidar.
Haidar memberinya kabar bahwa ia sudah ada di perjalanan pulang. Shafiya tidak membalas pesan Haidar itu. Ia memilih untuk segera membereskan kamar yang semalaman telah ia berantakan.

Shafiya mulai melipat baju-bajunya. Karena memang saat ini dirinya hanya menggunakan pakaian mihna ( pakaian rumahan).

Ya mulai meletakkan baju-bajunya di lemari yang sama dengan baju Haidar.
Karena dari kemarin dirinya belom membereskan pakaian yang di bawahnya itu.

Shafiya mulai merapikan bajunya dan mulai menatanya jadi satu. Kemudian ia mendekati meja rias. Yang hanya ada beberapa botol parfum dan aksesoris seperti jam tangan itu.

Ia mulai menata alat make-up dan skincare nya di sana. Serta mulai merapikan aksesoris miliknya juga. "Ternyata gue se prepare ini ya. Baru sadar kalau semua barang gue ada di sini. Seolah gue udah benar-benar siap berada di sini selamanya." Ucap Shafiya pada dirinya sendiri.

Ia mulai mengarah kan pandangan nya ke cermin. Bisa dirinya lihat pantulannya sendiri disana.

"Loh... Udah ngerebut hak orang lain. Lo, juga udah jadi orang jahat di cerita orang lain." Tunjuk shafiya pada dirihya sendiri.

Shafiya mulai berdiri, ia lantas membuka blush overseas nya. Kini perut buncitnya sudah terlihat.
Ia mengusap perutnya pelan.

"Kamu apa kabar?" Tanya shafiya pelan.

"Maaf ya kalau kamu beberapa hari ini gak nyaman."

Shafiya masih asyik dengan hobi barunya itu. Yakni mengajak anak di perutnya berbicara.
Setelah cukup lama Shafiya berbicara sendiri itu ia memilih untuk jalan-jalan.

Tidak ada yang berubah, tapi cukup membuat hati Shafiya kosong. Biasanya di pagi hari ia akan melihat para santri akan mengobrol ria. Bahkan tak jarang dari mereka berlarian.

Tapi untuk saat ini, ia tidak melihat siapapun di sepanjang jalan.
Kalaupun bertemu mereka hanya diam seolah-olah mereka tengah di rundung sedih.

Shafiya mulai mendekati area sekolah, ia mulai melihat semua kelas. Mereka, para santri putri masih terlihat tapi dari mereka tidak sedikitpun melontarkan lelucon. Bahkan mereka seolah diam saja.

"Assalamualaikum.." ucap Shafiya ia memilih untuk memasuki kelasnya yang lama.

"Walaaikumsalam Shaf." Ucap mereka lesu

Shafiya duduk, lagi-lagi di tempatnya yang dulu.
"Kalian kenapa kok diam?" Tanya shafiya

"Suasana kali ini beda Shaf, biasanya tiap pagi kami selalu mendapat sapaan hangat dari Ning Lailah. Biasanya tiap pagi kami selalu di perintah entah dengan bersih-bersih area asrama. Atau sekedar menyapu di kamar. Tapi sejak bangun tadi suasananya jadi beda." Ucap salah satu santri itu, yang kebetulan juga dekat dengan shafiya

Shafiya tersenyum singkat. Rupanya sang bunga masih meninggalkan wanginya.
"Siapapun pasti rindu dengan Lailah, karena dia memang orangnya baik juga cantik." Ucap Shafiya

Tapi suasana hatinya kini sudah memburuk, rasanya ia mulai bosan mendengar nama Lailah dan Lailah.

"Loh ada Shafiya, kapan kembali Shaf?" Tanya guru di depan yakni Ustadzah Mutiah. Salah satu guru yang mengajar di bidang ekonomi syariah itu.

"Semalam ust." Ucap Shafiya seadanya

"Oalah, soalnya belom ada pemberitahuan apa-apa di grub guru. Jadi maaf ya, mungkin saya kurang tahu. Baiklah anak-anak sekarang kita lanjutkan bab belajarnya ya." Ucap ustadzah Mutiah

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang