26. Sang Badar

136 3 0
                                    

•••

Kiyai Salim duduk terdiam, ia melihat ke arah figura di mejanya. Ia melihat ke foto mendiang kedua orang tuannya. "Maaf kan Salim Abi Umi. Salim gagal menjadi seorang Ayah bagi anak dan menantu perempuannya."

"Wes toh bi, kita ini hidup harus realistis. Lihat aja umi yakin Si anak orang kota itu tidak akan mampu untuk menyelesaikan tugas yang Abi berikan." Umi Salamah muncul dari bilik pintu, ia meletakkan kopi di nakas yang sama dengan kiyai Salim tadi.

"Umi tuh punya firasat hanya Lailah yang pantas untuk jadi menantu kita, lihat aja sosoknya udah lembut tapi tegas. Cantik, perhatian, orangnya ulet siapa cobak yang bisa ngalahin pesonanya..." Umi Salamah masih mengoceh, sedangkan kiyai Salim masih terdiam ia memandang istrinya dengan tatapan mata yang berkaca-kaca.

"Abi telah gagal menjadi seorang suami." Ucap kiyai Salim, sedangkan umi Salamah tidak peduli. Ia berlalu dari hadapan kiyai Salim.

Haidar mengetuk pintunya pelan, satu kali, dua kali ,hingga ketukan yang ke tiga Shafiya membukakan pintu untuknya. Haidar tersenyum ketika melihat shafiya dengan rambut panjang terurai nya, dan sedikit berantakan.

"Kenapa bisa seberantakan ini?" Tanya Haidar pelan, tangannya ia arahkan ke kepala Shafiya. Namun, Shafiya memilih untuk mundur dua langkah dari posisi sebelumnya, sehingga tangan Haidar hanya melayang di udara.

Namun Haidar tidak marah ataupun kecewa, ia malah tersenyum. Lalu Haidar masuk ke kamarnya juga. Ia melihat tumpukan buku yang berjejeran di kasurnya. "Jangan terlalu di paksakan Habibah, semua butuh proses. Termasuk ini juga." Tunjuk Haidar pada buku kitab yang berjejeran itu.

Sedangkan shafiya masih terdiam, namun di pikiran nya tidak. Ia tidak tahu harus memulai dari mana.. terlebih hubungan nya dengan Haidar sangat hambar, di tambah hubungan nya dengan mertuanya juga sangat kacau. Ini sungguh membuat
nya hampir gila, ditambah lagi posisinya jelas-jelas merugikan banyak orang. Terutama Lailah.

Haidar terlihat merapikan tumpukan kitab-kitab itu ia mulai menatanya menjadi satu di pojok ruangan yang sebenarnya terhubung dengan kamar kecil lain lagi.
Kamar itu di khususkan untuk ia menyimpan beberapa barang berharganya yang berkaitan dengan pendidikan ( seperti buku, kitab, bahkan kitab terjemahan, beberapa kitab ulama luar) bahkan beberapa novel juga terpampang rapi di raknya.)

)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang