39. Hakekat nya Perempuan

163 6 0
                                    

Pernah mendengar kalimat ini "orang yang paling mengenal baik dan buruknya seorang suami itu bukanlah ibu nya, ayahnya, saudaranya, dan temannya. Melainkan istri."

Shafiya kini percaya dengan kalimat itu. Melihat perubahan Haidar yang sedikit membuatnya kebingungan. Namun bukankah semua orang punya bagiannya masing-masing.

Bahkan orang yang kita cintai, pasti ada sisi lain dari nya yang membuat kita tak nyaman. Itu sebabnya beberapa diantaranya merasa muak dan perasaan lainnya.

Shafiya kini kembali ke kelasnya. Tentu saja untuk mengikuti pembelajaran. Seolah kembali ke awal, dirinya benar-benar tidak memiliki teman..bahkan dari para musrifah ( guru) terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. Namun hal itu tidak membuat Shafiya mundur dari langkahnya bahkan berkat nama barunya sekarang dirinya bisa bergabung dengan beberapa organisasi yang ada di pesantren al-huda.

Bahkan sudah aktif berkegiatan beberapa hari terakhir ini. Seperti yang dirinya lakukan saat ini, selepas dari kelas. Dirinya berada di ruangan dimana santri putri membuat kerajinan yang nantinya bisa di gunakan untuk perlengkapan kelas, kamar asramah, atau di jual.

Shafiya mulai bergabung dengan mereka.. meskipun tidak mendapat respon yang bagus tapi dirinya ingin menunjukkan bahwa dirinya juga pantas berada di sini.

Shafiya mengambil kain, dirinya mulai menyulam.
Jarumnya mulai bergerak dengan cepat, tentu saja selain memiliki kebiasaan menggambar dirinya juga memiliki hobi menjahit dan menyulam. Banyak hal yang telah Shafiya lalui.

"Hy menurut mu bunga ini bagusnya dibuat mekar atau kuncup saja?" Shafiya bertanya pada santri di sampingnya lebih tepatnya adik kelasnya itu.

"Saya.... Anu Ning... Lebih bagus kuncup saja. Itu akan menarik perhatian." Ucap santri itu dengan terbata-bata

Shafiya tersenyum ia kemudian membaca nametag santri itu. "Terimakasih ya Naura atas sarannya." Ucap Shafiya

Hanya anggukan yang Naura berikan.
Shafiya mulai menyulam kembali, tak terasa satu persatu santri sudah meninggal kan ruangan. Kini hanya terisah Shafiya. Shafiya kembali ditinggalkan sendirian. Shafiya mulai melepaskan sisa benang di jarum nya. Lalu melepaskan hoop sulam dari kainnya.

Shafiya pun menutup ruangan itu. Tak terasa juga hari sudah siang. Panas matahari sudah sampai di puncak kepalanya.

Shafiya sedikit berlarian di anak tangga, hingga sampailah dirinya di kamar Haidar. Shafiya mulai meletakkan tasnya. Mulai membuka hijabnya mengganti seragamnya.

Shafiya fokus ke meja belajar Haidar. Entah mengapa tangannya teralih pada beberapa kardus di atas lemari. Shafiya mengambil kursi lalu ia menaiki kursi itu. Menurunkan semua kardus yang ada di diatasnya.

Shafiya mulai membuka kotak dus itu satu persatu. Tidak ada yang istimewa hanya beberapa buku dari perpustakaan ternama yang ada di dalamnya. Ada beberapa juga alat lukis, serta beberapa album selama Haidar kuliah. Shafiya mulai membuka kotak terakhir.

"Hijab?" Monolog Shafiya

Dirinya memberanikan diri untuk mengambil kerudung pasmina hitam itu. Serta ada satu foto di dalamnya.

Shafiya mengambil foto itu, mengusapnya perlahan.
"Zulfa" monolognya lagi

Entah mengapa dadanya terasa sakit sekali, Shafiya mulai menepuk dadanya pelan.

"Hahahah ayolah ini hanya sebuah gambar." Kalimat penenang yang Shafiya lontarkan itu sebenarnya tidak cukup membuat hatinya tenang.

Shafiya mulai menaru lagi satu persatu kotak kardus itu. Hingga menyisakan hanya satu kardus. Shafiya berjalan mendekati kaca. Dirinya mulai mengenakan pasminah itu.

Munajat Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang