Panggilan beserta tepukan di pundak Damar membuat Damar dan Rena menghentikan langkah. Keduanya memang tengah berjalan ke arah luar taman, berniat pulang. Namun kini seseorang menghampiri Damar saat mereka melewati kerumunan penonton musisi jalanan di salah satu bagian taman yang tadi juga sempat mereka lewati.
"Lha? Tampil?" Damar terlihat bingung.
Lelaki di hadapannya tertawa, melirik Rena dan tersenyum sopan sekilas sebelum kembali menatap Damar.
"Pantesan...bener dugaan gue lo mau main kesini."
"Ya lo tadi kenapa bilangnya malah gak kesini?"
"Buat ngetes aja lo mau apa," lelaki itu nyengir. "Dan bener kan lo bawa cewek. Kalo gue tadi bilang gue kesini lo gak mungkin kesini."
"Ngaco lo, adek gue ini. Tadi juga kalo lo bilang lo kesini ya gue kesini sendirian nyamperin lo," Damar menghindar meskipun tebakan sosok di depannya sebenarnya tepat sasaran. "Kenalin gih," ucapnya pada Jorna.
"Rena," Rena mengulurkan tangan lebih dulu. Dia merasa wajah lelaki di depannya ini sedikit familiar, entah pernah bertemu dimana .
"Jorna," sahut lelaki itu sambil tersenyum lebar, "Eh ini admin baru yang di Magic Shop bukan?" Jorna bertanya pada Damar yang hanya diangguki oleh Damar.
Seketika Rena mengingat bahwa sosok Jorna ini adalah salah satu klien Damar. Dalam sekejap dia sempat kebingungan harus bertindak bagaimana ketika mendadak bertemu klien di luar seperti ini. Namun kemudian dia sadar bahwa ada Damar yang akan mengambil alih dan dia hanya perlu mengikuti.
"Lha adek lo? Serius?"
"Iya."
Jawaban tanpa ragu dari Damar sekali lagi membuat Rena tenang. Tadi dia sudah senang saat Damar menyebutnya adik, merasa dilindungi. Kini lelaki itu kembali menegaskan dan membuat Rena lagi-lagi berbangga diri.
"Eh iya bro, lo ikut perform aja sini. Sekalian mumpung udah di sini," seloroh Jorna.
"Ya lo tadi gak ngarepin gue sekarang mendadak ngajak perform, tau dirilah gue."
"Yeee pundung kek bocah."
"Gue gak bawa Liane."
"Pake Noah."
"Males asli, pegel tangan."
"Ah elah bro. Bentaran doang, dua lagu deh. Atau satu...yang gitaran, ntar yang kedua nyanyi doang."
"Maksa ya lo?"
"Iyalah. Lagi sepi kayaknya, lo buat bangkitin suasana aja."
Damar berdecak, "Iyalah sepi, senin gini. Mau rame ya malming," lelaki itu menatap berkeliling. "Bangkitin suasana apanya, fungsi lo apaan coba gue tanya?"
Jorna tertawa, terlihat lucu bagi Rena, seperti kelinci. Padahal giginya tidak seperti kelinci. Senyuman Jorna lebih mirip joker atau badut sebenarnya, tapi justru terlihat lucu...bukan seram.
"Baru mau mulai kalian?" tanya Damar yang memfokuskan pandangan ke tempat pertunjukan.
"Iya, ini barusan aja gue ambil strap gitar. Yang biasa pengaitnya patah. Untung bawa serep," Jorna mengangkat benda di tangannya. "Makanya ngajak lo tampil buat opening."
"Ini mau pulang tapi," Damar bergumam, menoleh ke arah Rena, "Nanti gue balik kesini abis nganter dia balik gimana?"
"Gak apa-apa kok A', aku gak buru-buru," Rena menyahut. Dia tidak tahu Damar bersedia menerima ajakan Jorna -- yang sepertinya mengajak Damar busking -- atau berniat menolak halus. Tapi jika memang lelaki itu berniat merepotkan diri dengan mengantarnya lebih dulu lalu kembali kemari justru Rena yang merasa tidak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
General FictionAda kalanya, apa yang terjadi dalam hidup bertentangan dengan yang kita inginkan. Terkadang, fakta tidak berbanding lurus dengan dugaan. Seringkali, kita salah mengartikan isi hati seseorang. Biru tidak selalu tentang ketenangan dan kestabilan, warn...