Ruangan yang didominasi warna biru itu terlihat kosong. Kening Ega mengernyit, jelas tadi Jimmy meminta izin untuk membiarkan Rena menunggu di ruangannya. Tidak mungkin kan Ega tadi hanya berhalusinasi, dia masih berada dalam kondisi sadar saat panggilan Jimmy menginterupsi kegiatannya dengan Raka.
Hampir-hampir Ega menelepon Jimmy saat dia mendapati tas Rena ada di atas kursi, membuat Ega yakin kalau adiknya itu memang belum pulang. Pandangan Ega kembali mengedar, hingga mendapati pintu di samping rak terbuka. Tanpa ragu lelaki itu melangkah kesana, memperlambat langkah dan mengintip ke dalam namun tidak melihat Rena di perpustakaan mininya. Ega masuk lebih dalam dan mendapati sang adik tertidur di atas hamparan pasir pantai, mengenakan kacamata hitam dan topi pantai. Kalau tidak salah, itu properti yang terakhir kali Ega pakai untuk memotret kliennya.
Diam-diam Ega menahan tawa, heran bagaimana adiknya bisa tidur di sana. Alih-alih langsung membangunkan Rena, Ega justru berjalan mengambil kamera yang masih rapi di atas tripod dan memotret Rena dari berbagai sisi. Lelaki itu terkikik melihat hasil foto-fotonya.
Menit-menit berlalu dan Rena masih belum terbangun dengan segala keributan yang Ega ciptakan. Membuat Ega mulai merangkai cara untuk membangunkan gadis itu. Dia menghampiri Rena dan membaringkan tubuh di sebelah Rena, mendekap tubuh adiknya tanpa aba-aba. Reflek Rena melenguh kesal, tangannya mendorong tubuh Ega kuat -- masih dalam keadaan tidak sadar. Bukannya menjauh, Ega justru semakin membabi buta mengecupi wajah Rena -- jujur saja dia sedikit rindu -- tentu saja di saat yang sama dia juga dengan lihai menghindari pukulan dan tendangan Rena. Ega belum bertemu Rena sejak Rena pindah, hari inipun awalnya dia tidak tahu jika Rena sedang ada jadwal konsul. Dia baru tahu saat Jimmy mengatakan padanya ketika dia baru datang. Tapi Ega harus segera menemui Raka dan Juni tadi. Lagipula awalnya dia juga enggan membiarkan adiknya tahu dia di sini jadi dia memilih untuk diam dan membiarkan Rena menikmati waktunya dengan Ares. Sayangnya sepertinya mulut Jimmy terlalu licin hari ini -- ditambah lagi hujan seolah mendukung pertemuan Ega dan Rena.
Rena berteriak marah, kini karena kacamatanya dilepas paksa oleh Ega. Dan gadis itu membuka mata, mengerjap menatap sang kakak lalu memukul dada Ega tanpa aba-aba. Anehnya Ega justru tertawa.
"Bangun...bangun. Disuruh bersih-bersih malah tidur," omel Ega.
Sekali lagi Rena merengek panjang, beralih merapatkan diri dalam dekapan sang kakak, menyusup semakin dalam di dada Ega sekaligus menikmati aroma tubuh kakaknya yang bercampur dengan parfum.
"Pulang gak?" tanya Ega.
"Ngantuk."
"Nginep sini mau? Sendirian ntar malem. Rawan rampok pula."
Rena memukul lengan Ega cukup kuat.
"Sakit!"
Kali ini Rena mengusap lembut bekas pukulannya di lengan sang kakak.
"Bentar ah, pasir semua ini," Ega melepaskan diri dari Rena, bangkit berdiri dan mengibaskan pasir-pasir yang menempel di tubuhnya.
Jelas itu membuat Rena terganggu karena tubuh dan wajahnya terciprat pasir. Gadis itu ikut bangun dari tidur, mengucek mata dan membersihkan pasir-pasir di tubuhnya juga.
"Itu topi balikin."
Serasa mendapat alarm, Rena serta merta mengingat sesuatu.
"Bentar, fotoin dulu," pinta Rena seperti anak kecil. Niatnya dia memang ingin berfoto tadi, sayangnya dia tidak mengerti cara mengoperasikan kamera Ega.
"Udah tadi."
"Kapan?"
"Pas kamu tidur."
"Ih jahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
General FictionAda kalanya, apa yang terjadi dalam hidup bertentangan dengan yang kita inginkan. Terkadang, fakta tidak berbanding lurus dengan dugaan. Seringkali, kita salah mengartikan isi hati seseorang. Biru tidak selalu tentang ketenangan dan kestabilan, warn...