30

812 54 4
                                    

Rasa lega dan haru merasuki diri Edgar begitu kalimat 'Sah' diucapkan para saksi. Pria itu akhirnya melepas masa lajang, siap membawa bahteranya mengarungi lautan kehidupan yang baru.

Setelah do'a dipanjatkan dan dilanjutkan dengan sesi foto, Ega diam-diam mendekati Edgar yang tengah terlihat sedikit menganggur -- karena penata gaya dan Arum tengah mengatur gaun Sitta. Tanpa mengatakan apapun Ega memeluk sang kakak. Si tengah itu sedang dalam mode canggungnya saat ini, terlalu canggung bahkan untuk mengucapkan selamat. Edgar membalas pelukan Ega, memeluk adiknya erat seolah menyalurkan sebagian perasaannya yang campur aduk.

"Nanti nyusul," bisik Edgar tulus sebelum melepaskan pelukannya.

Sementara Ega hanya tersenyum tipis tanpa menyahuti ucapan itu.

Setelahnya Edgar kembali pada acara foto-foto, tentu Ega juga diajak di beberapa sesi. Edgar membayangkan jika saja Rena bisa izin untuk menghadiri pernikahannya dari pagi tentu mereka bisa berfoto dalam formasi lengkap. Mengabadikan momen ini bersama.

Ah biar saja, toh nanti malam juga bisa foto lagi.

"Suruh liat hp sama Rena," bisik Ega pada Edgar.

Beruntung Edgar tengah mengantongi ponselnya, jadi dia tidak membutuhkan waktu lama untuk membuka ponsel dan melihat ada dua panggilan video dan satu panggilan telepon yang terlewat dari Rena. Disusul empat pesan yang dikirim oleh orang yang sama.

Rena
Gak diangkat, lagi ijab qabul?

Bang Edgar?

Ish ya udahlah

Bang, selamat menempuh
hidup baru ya, semoga
samawa, aamiin 🤗
Ntar aku kesana pulang
kerja

Iya
Aamiin
Makasih

Edgar tersenyum tipis, kemudian mengantongi ponselnya dan kembali berbaur dengan kesibukan yang ada.

*

Sementara di sisi lain, bersamaan dengan Edgar yang tidak kunjung menjawab panggilan video atau membaca pesannya, Rena keluar dari persembunyiannya. Satu bagian gudang dimana dia dikelilingi oleh kardus-kardus yang membuat kamera cctv tidak bisa menangkap keberadaannya. Gadis itu kemudian berjalan kembali ke mejanya yang terletak di depan gudang penyimpanan barang, bergabung bersama Farah yang terlihat sedang mengecek barang yang sudah disiapkan salah satu kuli berdasarkan permintaan pelanggan.

"Udah?" tanya Farah.

"Hmm, gak diangkat tapi," sahut Rena seraya menghampiri salah satu kuli dan mulai mencocokkan barang yang dia siapkan dengan barang yang tercantum di surat jalan.

"Repot kali," sahut Farah lagi yang kini berjalan menjauh untuk mengecek barang dari kuli lainnya.

"Kayaknya," Rena menyetujui, "Udah," ujarnya pelan pada si kuli yang segera berlalu.

Rena duduk di kursinya disusul oleh Farah beberapa detik kemudian setelah menyelesaikan bagiannya.

"Sebenernya sih kamu izin aja gak apa hari ini," ujar Farah.

"Terus ngebiarin Kak Farah sendirian?"

"Ya nggak apa-apa. Bisa kok."

"Nanti stock opname kita gak kelar-kelar. Lagian males sama Pak Andara, ditanyain macem-macem kalo aku yang izin."

Obrolan mereka terhenti ketika Yeri berjalan mendekat ke arah mereka membawa setumpuk nota, melirik sekilas ke arah cctv lalu berlagak tidak peduli.

"Eh Yer tadi kenapa sih?" jiwa penasaran Farah langsung mode on.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang