41

475 28 6
                                    

Rena keluar dari lingkungan tempat kerjanya, mengeluarkan ponsel dan bersiap memesan ojek online untuk berangkat ke Magic Shop. Jadwal konsultasinya mundur sehari, karena kemarin sepulang dari pemakaman dia juga tidak berangkat konsul karena Ares ada kegiatan pribadi. Jadi Jimmy menghubunginya dan mengatakan bahwa jadwalnya diundur menjadi hari ini. Sialnya, tadi pekerjaannya lumayan padat -- maklum, hari senin -- hingga dia tidak sempat memesan ojek online sebelum jam pulang. Lebih sial lagi karena ternyata kali ini driver susah didapat karena banyak permintaan. Dalam hati Rena merutuk, bisa-bisanya sesuatu yang biasanya mudah mendadak jadi sulit di saat benar-benar dibutuhkan.

Ketika aplikasi di ponselnya masih berjuang mendapatkan driver, mendadak ada sebuah motor berhenti di depan Rena. Gadis itu mendongak waspada. Menatap curiga pada sosok yang kini membuka kaca helm di hadapannya.

"Adeknya Ega bukan?" tanya lelaki itu.

Rena mengangguk kecil, sedikit lega karena sosok di hadapannya menyebut nama almarhum sang kakak. Syukurlah, bukan pencopet seperti yang Rena duga sebelumnya.

"Mau bareng?" tanya lelaki itu lagi.

"Eh? Masnya siapa?" Rena balik bertanya, bagaimanapun dia harus tetap waspada bukan?

"Damar."

Kening Rena berkerut samar sekilas, merasa tidak familiar dengan nama itu.

"Temen Ega di Magic Shop, kita pernah ketemu dulu. Pas penghijauan, terus waktu makan bareng di Magic Shop."

"Oooohhh," Rena mengangguk, berusaha mengingat lagi. Ada ingatan samar yang hadir tentang lelaki itu. Penghijauan...hmm rasanya Rena memang pernah melihat Damar. Waktu di Magic Shop kalau tidak salah ketika Ega mengajaknya makan bersama para healer lainnya -- pasca dia menunggu hujan reda di ruangan Ega.

Hmm baiklah, bukan orang asing.

"Jadi mau bareng gak?" Damar mengulang pertanyaannya.

"Mas Damar mau ke arah mana emang?"

"Arah Magic Shop. Gak apa kalo lo mau bareng sampe mana gitu. Mau kemana?"

"Magic Shop juga...sebenernya."

Damar terkekeh, "Ya udah ayo."

Belum juga Rena mengatakan bahwa dia tidak memiliki helm, Damar sudah turun dari motor dan mengambil helm yang disimpan di bagasi motornya. Menyodorkan helm itu pada Rena.

"Permisi ya Mas," ujar Rena canggung saat akan naik ke boncengan yang hanya dijawab gumaman oleh Damar.

Ya bagaimana tidak canggung? Rena tidak kenal dengan Damar. Di antara teman-teman kakaknya, dia hanya paling dekat dengan Ares, Asa dan Jimmy. Lainnya hanya bicara seadanya saat bertemu.

Sialnya -- entah ini kesialan keberapa sore ini -- rasanya semua terasa lebih lambat. Rena bahkan mengutuk kenapa lampu merah seolah kompak sekali menyala setiap kali motor yang mereka naiki akan lewat, menjadi penghadang utama perjalanan Damar dan Rena.

"Kamu kerja di tempat tadi?"

"Apa mas?"

Ini yang tidak Rena sukai dengan bercakap-cakap di atas motor. Bisa menyebabkan ketulian mendadak. Ya bagaimana tidak tuli jika suara harus mengalahkan bekapan helm di telinga dan deru mesin kendaraan di jalanan.

"Kamu kerja di tempat yang tadi?"

"Iya."

"Pabrik atau gudang apa?"

"Iya?"

"Itu perusahaan apa?"

"Distributor kertas."

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang