28

630 53 0
                                    

"Gak bisa Bang," Rena menggigit bibir, takut kalau Edgar akan lebih cerewet dari ini.

'Ya masa gak diizinin sih Ren? Bilang izin sehari aja soalnya ada sodara nikah gitu. Aku ini Abang kandung kamu lho, bukan sodara jauh. Masa kamu gak mau luangin waktu sehari aja?'

Benar kan, Edgar masih terus mengomel. Kalimatnya menjadi semakin panjang.

"Bang, di tempat kerja aku lagi ribet banget. Posisi aku sih yang ribet, tolong ngertiin," Rena mulai tersulut emosi, tidak terima dengan kalimat Edgar yang seolah menuduhnya tidak peduli pada urusan keluarga.

'Seribet apa sih? Bukannya kamu masih ada rekan juga yang satu bagian?'

"Iya, tapi aku juga harus ada. Kami kerja bareng, kalo dia sendirian ya gak bakal kewalahan."

Rena bisa mendengar helaan nafas Edgar di line seberang. Gadis itu masih menunggu apa yang akan Edgar katakan.

'Tolong kamu usahain dululah. Cuma sehari aja kok, ntar kabarin lagi bisa gaknya.'

Kali ini Rena mendengus kesal, "Ya," ujarnya pendek dan langsung menutup telepon tanpa pamit. Dia membanting ponsel ke atas ranjang, matanya sudah berkaca-kaca karena marah dan kesal. Sekali lagi, dia juga memiliki kepentingan, bukan hanya si sulung itu yang memiliki urusan. Lalu kenapa harus dirinya yang berusaha memahami dan mengikuti keinginan sang kakak tertua? Kenapa Edgar lagi-lagi tidak ingin memahaminya? Bukannya itu bukan masalah besar jika dia bergabung dengan keluarganya sepulang kerja? Edgar menikah hari sabtu dan hari itu Rena hanya akan bekerja selama enam jam yang artinya dia sudah pulang jam dua siang. Gelombang pertama acara pernikahan Edgar memang rencananya akan berlangsung tanpa henti selama sehari itu. Akad nikah di pagi hari dan langsung berlanjut pada resepsi hingga sekitar jam delapan malam. Gelombang kedua di hari minggu akan dilangsungkan private party yang hanya akan dihadiri oleh keluarga inti, hanya acara makan-makan di sebuah hutan buatan, lokasi yang sudah disewa Ega. Private party itu sendiri memang diprakarsai Ega, hadiah pernikahan untuk Edgar.

Untuk private party jelas Rena tidak perlu ambil pusing. Itu hari minggu, dia libur hari itu. Untuk acara utama sebenarnya juga Rena awalnya sudah memiliki rencana untuk mengambil cuti, sayang urusan pekerjaannya membuat Rena mau tidak mau harus berpikir ulang. Waktu enam jam itu juga cukup penting untuk memperbaiki stok barangnya. Dia dan Farah harus segera membereskan segalanya dan membuktikan bahwa mereka benar-benar sudah bekerja dengan baik.

Apa...Rena memang harus bercerita pada Edgar tentang apa yang sebenarnya terjadi?

Tapi lebih baik tidak. Bukan tidak mungkin Edgar tetap pada pribadinya yang egois dan menganggap masalah yang Rena hadapi bukan masalah besar. Terlebih Edgar dulu juga melakukan hal yang sama pada Rena. Dan waktu itu dia juga menekan Rena karena merasa Rena mampu. Ya walaupun kali ini kasusnya berbeda. Sedikit lebih berat karena Rena hanya orang luar di tempat kerja barunya, apalagi dia juga dituduh melakukan penyelewengan.

Tunggu, tapi jika Edgar paham harusnya dia juga ingat bagaimana Rena bekerja keras dulu. Masa-masa dimana Rena berusaha melakukan stock opname dan menyesuaikannya dengan stok komputer dia juga tidak pernah mengambil hari libur di luar jatah liburnya. Bahkan Rena juga sempat tidak mengambil jatah hari liburnya sebanyak dua kali, dia juga bersedia lembur ketika Edgar memintanya.

Harusnya Edgar paham, ya...selama Edgar bersedia memahami. Kalau tidak ya tidak. Dan Rena ragu Edgar akan bersedia memahami. Akhirnya Rena hanya menghela nafas panjang, memutuskan untuk tidur agar segala pemikiran yang melelahkan itu berhenti bermain di otaknya selama beberapa jam.

*

"Beneran deh, itu pernah kejadian. Inget kan?" tanya Farah.

"Inget, kita semua tahu kan waktu itu. Terus kalo gak salah Mbak Yeri sama Ce Angel malah nelfon ke programmer kan? Tanya gimana hal kayak gitu bisa terjadi," sahut Rena.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang