Warning : Isi partnya full Ega ini. Jadi selamat datang di buku harian (?) Ega, si tengah kesayangan aku. Anggep aja selingan pahit biar gak bosen sama Rena mulu
(Btw di akhir ada note juga tentang si tengah 🙏)________________________________________
"Iya wajar, yang senasib sama kamu juga pernah capek kok. Tapi tetap dijaga ya kondisi badannya," ujar Dokter Danu sabar, tersenyum kalem di hadapan Ega. "Diusahakan gak telat-telat lagi obatnya."
"Iya Dok," Ega menyanggupi, balas tersenyum pada Dokter Danu.
"Chemoportnya bagaimana? Nyaman?"
"Nyaman."
"Lebih nyaman mana sama waktu masih pakai infuse di tangan?"
"Lebih nyaman ini," Ega memperhatikan port yang dipasang di dada kanannya, menyentuhnya perlahan.
"Bagus kalau begitu," ujar Dokter Danu lagi yang ditanggapi anggukan Ega.
Mereka ada di ruang rawat Ega sekarang. Dokter Danu tengah melakukan kunjungan santai untuk sekedar menjenguk Ega yang sedang kemoterapi. Itu satu hal yang umum dilakukan Dokter Danu dan dokter-dokter lainnya. Tidak selalu membicarakan masalah pengobatan sebenarnya, seringkali hanya berbincang ringan meski sebenarnya tetap mengandung kalimat penyemangat dan pertanyaan seputar kondisi pasien.
"Ega...begini, kita semua disini tahu kamu udah usaha keras dari awal. Kamu kuat sampai di sini. Harapan kami semua, termasuk keluarga kamu juga...jangan menyerah ya? Pasti sembuh."
Ega kembali mengangguk-anggukkan kepalanya. Mencoba tersenyum meski hatinya mendadak terasa perih.
Sembuh?
Jujur Ega ragu. Dulu saja ketika dia yakin dirinya akan sembuh -- karena dulu dia hanya penderita hepatitis -- nyatanya keadaannya terus memburuk. Penyakitnya mendadak berkembang menjadi sirosis dan kini menjadi kanker. Kata "sembuh" seolah menjadi satu kata yang mustahil sekarang. Ega pikir, walaupun dia ingin sembuh tubuhnya tidak demikian. Hingga akhirnya kondisi fisiknya yang memburuk mau tak mau mempengaruhi perasaannya. Fisik dan perasaan yang sebelumnya berbanding terbalik kini senada. Sama-sama tidak lagi berharap banyak tentang kesembuhan.
"Ada keluarga...yang sayang sama kamu. Dukung kamu, pengen kamu sembuh. Temen-temen juga pastinya kan? Pasti, kamu orang baik. Semua pasti berharap yang terbaik buat kamu."
Keluarga ya?
Semua berharap yang terbaik?
Ini sudah seminggu lebih dari waktu pernikahan Edgar. Dan Ega masih mengingat dengan jelas percakapan keluarganya di malam menjelang pernikahan Edgar. Ega masih belum sanggup memperbaiki hubungannya dengan Rena yang semakin merenggang. Ega tidak tahu kenapa rumahnya terasa jauh lebih sepi dari sebelumnya hingga dia dan Arum jarang terlibat percakapan. Dan Ega yakin Edgar memiliki kesibukan baru yang membuatnya harus pandai membagi waktu hingga perhatiannya pada Ega dan yang lainnya terasa berkurang. Belum lagi Ega yang sudah total melepaskan keterlibatannya di Magic Shop lebih jarang memiliki kesempatan untuk bercengkrama dengan teman-temannya.
Keluarga dan teman yang mana yang menantikan kesembuhannya?
Ega merasa sendirian, Ega kesepian dan merasa tidak dipedulikan.
Mata Ega mengerjap mendengar rentetan kalimat Dokter Danu. Dia berusaha mempertahankan air mata agar tetap di tempatnya. Membujuk dirinya bahwa lagi-lagi kondisi tubuhnya yang tidak sehat -- terlebih kini dia tengah melakukan kemo -- membuat emosinya naik turun tidak karuan.
'Gak usah lebay Ga! Lo cuma lagi mood swing. Kendaliin pikiran lo bego!' bujuknya pada diri sendiri yang sialnya tidak membuahkan hasil. Terbukti kini matanya terasa semakin memanas. Ega mengusap air mata yang hampir keluar, mencegahnya agar tidak menetes. Dia masih memiliki rasa malu untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
General FictionAda kalanya, apa yang terjadi dalam hidup bertentangan dengan yang kita inginkan. Terkadang, fakta tidak berbanding lurus dengan dugaan. Seringkali, kita salah mengartikan isi hati seseorang. Biru tidak selalu tentang ketenangan dan kestabilan, warn...