Jari Ara terus bergerak masuk, itu hampir tenggelam seluruhnya. Tubuhku sudah basah oleh keringat, aku mengigit bibir bawahku merasa cemas dan takut tapi penasaran juga dengan rasanya.
Berkali-kali Ara menciumku, berusaha menenangkan tubuhku yang tegang. Saat jarinya akan masuk semua suara mesin mobil dari halaman rumah yang menggema menghentikannya.
"Raaa, itu pasti Ashel sama Adel" Aku menarik pergelangan tangan Ara dan langsung duduk.
Dengan terburu-buru aku meraih bajuku dan memakainya. Ara disisi lain, dia meraup wajahnya kasar, tampak tidak suka dengan gangguan tersebut.
"Sialan..." Makinya, kedua alisku menyatu mendengar itu.
Ara tersenyum miris kearahku, dia lalu bangkit dan mencium puncak kepalaku.
"Kamu bersih-bersih dulu, aku keluar...jangan lupa pakai daleman. Ada Adel, aku gak suka"
Pintu kamarku tertutup rapat setelah Ara berjalan keluar. Aku tidak tahu alasan apa yang dia gunakan kepada Ashel dan juga Adel tentang keberadaanku.
Sesuai perintahnya, aku berjalan kearah lemari meraih pakaian dalam dan memakainya.
Rambutku yang kusut kusisir rapi seperti saat Ashel masih ada. Setelah selesai aku berjalan keluar kamar, menuju ruangan dimana ketiga gadis tersebut berada.
"Kak Angkasa tadi kerumah lo, nyariin tuh" Suara tinggi Adel terdengar.
Angkasa? Kenapa dia mencari Ara?
Karena penasaran aku tidak langsung melangkah maju, aku lebih suka menguping pembicaraan mereka.
"Bawel lo..." Suara tidak suka Ara terdengar.
"Yeee nih anak, gue cuman ngasih tau aja"
"Kak Angkasa kayaknya punya sesuatu ke lo deh Ra, dia juga kadang nanyaiin lo ke gue"
"Lo berdua bisa diem gak sih? Gimana kalo Chika denger!?"
Aku terkejut, Ara sepertinya kelepasan bicara.
"Emang kenapa kalo Chika denger?" Tanya Ashel.
"Gak enak aja, dia gak akrab sama kita soalnya"
Jawaban Ara membuatku merasa nyeri diulu hati. Ini adalah pertama kalinya aku merasa tidak mengenal Ara. Atau lebih tepatnya tidak pernah mengenal apapun tentang dia.
Langkahku berbalik, aku tidak lagi ingin bertemu mereka bertiga.
Aku kembali ke kamar dan merebahkan tubuhku. Pikiranku melayang jauh.
"Gak enak aja, dia gak akrab sama kita soalnya"
Mataku tiba-tiba memanas. Tidak akrab? Aku tertawa miris.
Perasaan sesak karena memikirkan perkataan Ara terbawa hingga aku tertidur. Pilek yang tadinya kupikir sudah hilang membuatku terjaga di tengah malam. Aku memijit keningku, rasa pusing dan sakit menyatu jadi satu.
Karena tidak dapat menahannya aku hanya bisa menghubungi mama yang berada di kamar utama, memintanya untuk membawakanku obat.
2 menit berlalu...
Mama datang membawa segelas air, wajahnya terlihat khawatir.
"Sayang kamu demam?"
Punggung tangan mama menyentuh jidatku, tapi hanya sebentat karena aku dengan cepat menurunkannya.
"Cuma sakit kepala doang ma, abis minum obat juga ilang"
"Kalau gitu minum obatnya sayang"
Aku menelan sebutir obat pahit dan mendorongnya dengan seteguk air putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUTO (Chika×Ara)
Romance"Aku adalah PLUTO yang pernah memotong orbit NEPTUNUS dulu"