"Jelasin sekarang!"
Aku melotot tajam menatap Ashel dan Adel.
Keduanya yang belum pernah melihatku marah tersentak dan tanpa sadar mundur selangkah, wajah Ashel sedikit takut terlebih saat melihat mataku semakin memerah.
"Ara pindah kemana?" Pandanganku beralih ke Adel.
"G-gue gak tau, yang gua tau Ara keluar negeri ikut keluarga dari ibunya"
Aku membenci Ara, sangat. Tapi rasa cintaku menutup itu semua...
Tubuhku goyah, aku terduduk dengan lemas. Ashel mau tak mau memelukku, berharap aku dapat tenang dengan pelukannya.
"Dia ke negara?"
Adel menggeleng.
"Ara gak ngasih tau?"
"T-tadinya Ara mau ngasih tau lo duluan, tapi keburu...." Adel menghentikan ucapannya tapi aku tahu maksud dari ucapannya.
Dadaku seolah ditusuk dengan ribuan jarum, aku meringkuk di pelukan Ashel dan mulai terisak.
Mataku yang berair menatap kedua telapak tanganku. Tangan ini yang menampar Ara dengan kekuatan penuh hingga bibirnya pecah dan pipinya bengkak.
"Hiks...Raaa..."
Tangisku semakin terdengar.
"Tapi papa Ara pasti tau dong? Kenapa kita gak nanya kedia" Usul Ashel, mendengar itu secercah harapan muncul.
Aku lebih suka menderita dan terluka setiap kali melihat Ara daripada harus seperti ini, kehilangannya...
Tatapanku tertuju kepada Adel, dia tersenyum tipis dan kemudian menggeleng.
Apa maksudnya?
"Percuma, papa Ara juga gak tau dia ke negara mana"
"Apa!?" Aku tidak percaya, bergegas aku bangkit dan menarik kerah baju Adel.
"Maaf Chik, tapi gak ada yang tau Ara pindah kemana. Gue tadi nanya ke pak Satria dan dia juga gak tau..."
Kedua tanganku yang meremas kerah baju Adel bergetar.
"Del, masa lo gak tau. Lo kan temen Ara dari kecil" Celetuk Ashel yang masih berusaha menenangkanku.
Air mataku sudah jatuh...
"Ara terlalu nutup privasi, gue bahkan baru tau kalau mama tirinya adalah mama kandung kak Angkasa dan Marsha"
Lagi.
Berita yang Adel sampaikan membuatku tersungkur jatuh dan kembali terisak pelan.
"Hiks..."
Aku tidak bisa bernafas dengan benar, dadaku terasa sakit dan tubuhku seolah-olah dihancurkan oleh gada besar. Aku memukul dadaku berkali-kali berharap rasa sakit yang kurasakan menghilang, tapi percuma justru itu makin sakit.
"Raaaaa...."
•••
"LULUS...."
Kata dengan warna hitam tebal diatas kertas putih membuatku tersenyum masam. Beberapa teman-teman sekelasku bersorak riang.
Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan. Sepanjang kooridor sekolah, sorak-sorakan karena kegembiraan terdengar.
Tapi bagiku itu adalah suara yang memusingkan. Dengan langkah gontai aku berjalan ke sebuah tangga.
Debu-debu yang bertebaran terhirup. Semenjak hari dimana aku tahu Ara menghilang dan tidak dapat ditemukan, aku tidak pernah lagi ke tempat ini. Waktuku lebih banyak kuhabiskan di kelas maupun di lapangan menonton anak-anak cheers.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUTO (Chika×Ara)
Romance"Aku adalah PLUTO yang pernah memotong orbit NEPTUNUS dulu"