"Chika!"
Aku menatap Ara nyalang.
Ini adalah pertama kalinya kita berdua seperti ini, sangat berantakan dan menyakitkan.
"Kamu dan Davi pacaran?"
Aku ingin langsung mengatakan tidak, tapi saat melihat jaket yang Ara pakai ada nama Marsha aku mengangguk.
Ara tersenyum miris, matanya memerah. Dia beberapa kali menghela nafas panjang saat menatapku.
Dan tiba-tiba dia tertawa lebar, lorong yang sunyi membuat tawanya menggema. Meski begitu aku dapat melihat air matanya yang terjatuh. Dengan langkah tertatih-tatih Ara mendekatiku menarikku berdiri dan menekanku ke tembok.
Kakiku sakit tapi aku tetap diam, tidak menunjukkan rasa sakitku.
Bibir Ara bergetar, aku ingin menenangkannya tapi sisi lainku yang marah membuatku bungkam.
"Bagus, aku anggap kita impas. Asal kamu tau, aku deketin dan nembak kamu karna taruhan dengan kak Angkasa"
Deg!
"Siapapun yang bisa jadi pacar kamu dan ngambil perawan kamu dia menang..."
Plak!
Plak!
Plak!
Telapak tanganku memanas dan bergetar hebat, pipi putih Ara yang cantik berubah merah cerah sekarang.
Nafasku tersengal, mataku memanas.
"Raaa..." Aku tidak tahu harus berkata apa lagi.
Ingatan tentang hari pertama bertemu dengan Ara tergambar di benakku. Jika kemarin aku bersyukur dengan pertemuan itu maka sekarang aku membencinya.
Plak!
Plak!
Plak!
Sekali lagi aku menampar kedua pipi Ara secara bergantian.
Tamparanku yang nyaring saling bersahutan dengan isakanku.
Aku membencinya!
Sangat membencinya!
"CHIKA! LO GILA!"
Ashel dan Adel yang entah sejak kapan tiba menarikku mundur, mereka berdua menahanku dengan erat.
"Shel lepasin! Gue harus nampar dia ratusan kali..."
Suaraku yang bergetar terdengar, tanganku berkali-kali berusaha menjangkau tubuh Ara ingin mencabik-cabiknya tapi Ashel dan Adel terlalu kuat. Aku tidak bisa lepas dari mereka berdua.
Davi yang tadi diam kini tersadar, dia sepertinya ikut marah jadi dengan sekali gerakan dia meraih pundak Ara agar menghadapnya dan suara tamparan yang tajam sekali lagi terdengar.
"Ini pantas buat manusia gak punya hati kayak lo"
Jika tadi aku yang tetap diam sekarang berubah menjadi Ara.
Ara hanya menyapu pipinya yang mulai bengkak, samar-samar aku dapat melihat noda merah di sudut bibirnya.
"Sudah kan?" Tanyanya santai yang membuatku semakin sakit.
Aku berulang kali menarik nafas, pandanganku memudar karena air mata dan detik berikutnya semuanya menghitam.
•••
Aku tidak tahu sudah berapa lama aku pingsan, saat bangun aroma obat yang kuat serta ruangan serba putih menyapaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUTO (Chika×Ara)
Romance"Aku adalah PLUTO yang pernah memotong orbit NEPTUNUS dulu"