Ara tidak menangis lama di pelukanku, katanya dia suka memelukku tapi tidak suka menangis di pelukanku. Dia tidak ingin terlihat lemah di depan pacarnya.
Aku ingin mengatakan jika di depanku dia bisa menjadi siapapun tanpa harus malu, tapi Ara tetaplah Ara. Sangat keras kepala...
"Kita jalan-jalan yuk!"
Setelah berada di dalam taxi Ara tiba-tiba mengajakku untuk jalan. Aku menatapnya was-was, meskipun dia terlihat baik-baik saja sekarang tapi luka di kepalanya belum sembuh betul. Aku menggeleng kuat.
"Kita pulang kerumah kamu..."
Ara memajukan bibirnya.
"Dirumah gak ada orang, aku bakal kesepian"
"Ada aku...aku temenin"
Sudut bibir Ara terangkat, dia meraih lenganku dan bersender di sana. Matanya terpejam senang.
"Ini pertama kalinya aku seneng balik ke rumah"
Apa semenyakitkan itu sayang?
Taxi yang membawaku dan Ara berhenti di sebuah perumahan elit setelah beberapa menit melaju.
"Ayok turun!" Ajak Ara antusias, aku tersenyum melihat tingkahnya.
Saat kakiku menginjakkan kaki di depan rumah dengan gerbang tinggi aku melongo.
"Papa kamu ada di dalam kan?"
Ara menggeleng.
"Mungkin di rumah istrinya"
Apa-apaan! Anaknya sakit dan dia justru ada di tempat lain.
Ara menarik tanganku masuk melewati gerbang dan menuju pintu rumah. Ini sudah jam 7 malam, tapi rumah tersebut masih minim pencahayaan. Jelas sekali bahwa tidak ada orang di dalam.
"Kamu tinggal sendiri?"
"Hemm, cuman tiap pagi sampai siang hari ada pembantu yang datang bersihin rumah. Sekarang udah pulang...oh yaa yang itu rumah Adel"
Ara menunjuk sebuah bangunan yang tak kalah megahnya. Berbeda dengan rumahnya, rumah Adel tampak hidup. Setiap sisinya terang benderang.
"Ayok masuk..."
Ara menggandeng tanganku masuk ke dalam rumah, dia tidak pernah membiarkanku untuk jalan sendiri. Bahkan saat harus menyalakan lampu dia tetap menggandengku. Gadis cantik ini kenapa sangat menggemaskan sekarang.
"Kamu lapar gak?"
"Emang ada makanan?" Tanyaku balik.
Ara menggendikkan bahunya, dia kemudian mengajakku berkeliling rumahnya sebelum akhirnya tiba di dapur.
Ini benar-benar rumah yang luas dan mewah tapi jika harus tinggal sendirian aku tetap tidak ingin. Ara hebat karena bisa hidup di sini sendirian...
Aku menatap wajah samping Ara yang sibuk mencari bahan-bahan makanan di lemari es, dia mengeluarkan aneka macam bahan makanan. Aku menghampirinya dan memeluk tubuhnya yang hangat dari belakang.
Ara sedikit terkejut tapi saat melihatku dia tersenyum lebar.
"Kamu tau masak?"
"Masakan aku enak tau"
"Kamu duduk dan liat aku masak..." Ara mendudukkanku secara paksa di kursi makan, aku ingin menolak dan memberitahunya jika luka di kepalanya belum sembuh total tapi dia tidak ingin ada penolakan.
"Duduk aja, kalau aku kenapa-napa kan ada kamu"
Setelah memastikan jika aku duduk dengan tenang, Ara meraih celemeknya dan mulai memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUTO (Chika×Ara)
Romance"Aku adalah PLUTO yang pernah memotong orbit NEPTUNUS dulu"