Mobil Davi akhirnya berhenti perlahan diparkiran Homeground Basketball salah-satu tempat untuk berlatih sekaligus bertanding.
"Chik, gue masuk duluan yah. Anak-anak udah nunggu" Ashel yang terburu-buru menepuk pundakku sebelum berlari masuk.
Aku yang tidak ingin terlalu dekat dengan Davi berjalan cepat masuk, meninggalkan Davi yang masih memarkirkan mobilnya.
Suara riuh dari lapangan basket terdengar, aku melangkah semakin cepat. Kata Ashel sebelum pertandingan, anak-anak cheers akan tampil lebih dulu.
Pacarku juga akan ada di sana, jadi aku ingin melihatnya.
"Aw!" Pekikku secara tiba-tiba saat sesuatu yang tajam dan keras menusuk tapak sepatuku dan menembus masuk menyentuh sedikit daging telapak kakiku.
Rasanya sangat sakit, aku menunduk dan meringis.
"Chik, kamu kenapa?" Davi yang tiba-tiba datang berlari kearahku dengan wajah panik.
Aku meringis sambil menggeleng.
Suara di dalam membuatku tidak fokus dengan rasa sakit di kakiku.
"Dav, tolong papah gue masuk"
Davi tertegun sejenak, di masa lalu aku akan dengan mudah menggunakan kata aku-kamu tapi sekarang tidak ada lagi kata itu. Gara-gara dia hubungan dan Ara hampir selesai, memikirkannya membuatku kesal tapi sekarang aku menelan semua keluhanku dan meraih pergelangan tangannya.
"Pelan-pelan, tapi harusnya kita gak usah masuk. Kaki kamu lebih penting" Davi memapahku dan berusaha membujukku untuk tidak perlu masuk, aku menggeleng tetap bersikeras untuk ikut menonton.
Langkahku tidak seimbang saat berjalan masuk, suara riuh penonton terdengar jelas.
Aku kembali meringis, jadi Davi dengan cepat memeluk bahuku dan mengajakku untuk duduk di kursi penonton.
Setelah duduk mataku terpaku kelapangan, tapi tampaknya meski terburu-buru kesini dengan kaki sakit aku masih terlambat.
"Kita datangnya telat..." Ucapku sedih, mataku kemudian mencari-cari sosok Ara.
"Itu karna kaki kamu sakit, makanya pas jalan gak bisa cepat"
Davi berusaha menghiburku, tapi ucapannya sama sekali tidak menyentuh hatiku. Aku hanya bisa tersenyum masam.
Berkali-kali Davi bertanya tentang kakiku, tapi aku yang fokus mencari keberadaan Ara tidak menghiraukannya sama sekali.
"Berisik..." Ucapku kesal sambil menatap Davi, mata cokelatku melotot tidak suka.
Merasa bertindak terlalu jauh Davi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan tersenyum tipis.
Aku menghela nafas panjang, dan kembali menatap kearah lapangan. Sebentar lagi pertandingan basket akan di mulai, dan anak-anak cheers sudah menyebar. Sekarang aku dapat dengan mudah mencari Ara.
Sudut bibirku terangkat saat melihat Ara dengan wajahnya yang cantik dan tampak kelelahan berjalan ke pinggir lapangan. Sayang sekali aku berada di kursi penonton paling belakang jadi dia tidak dapat melihatku, meski begitu aku tetap senang. Setiap Ara memakai pakaian cheers kecantikannya naik secara signifikan, itu membuatku salah tingkah.
Ara terus melangkah dan berhenti ketika seseorang menyeka keringat di wajahnya menggunakan tisu.
"Marsha..."
Iya, Marsha yang pernah mengatakan jika dia adalah pacar pertama Ara sedang menyeka keringat di kening Ara. Dia juga menyodorkan sebotol minuman dan Ara menerimanya begitu saja, dia bahkan meminumnya. Apa-apaan ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUTO (Chika×Ara)
Romance"Aku adalah PLUTO yang pernah memotong orbit NEPTUNUS dulu"