Sesuai ajakan Ara, saat bel sekolah berbunyi aku bergegas keluar. Meskipun wajahku terlihat biasa-biasa saja, tapi langkah kakiku tidak dapat menutupinya.
"Chika! Tunggu!"
Dari arah samping, seseorang memanggilku secara tiba-tiba. Aku menoleh, alis kananku terangkat.
Seorang siswa laki-laki dengan mata jernih dan senyumnya yang cerah berjalan kearahku. Dia adalah Davi salah-satu siswa terpintar di sekolah.
Aku menatap Davi bingung, bukan hanya aku beberapa siswa yang melihatnya berteriak memanggilku juga menatapnya bingung.
Mata cokelatku tertegun sejenak dan kembali sadar saat dia sudah berada tepat di depanku, hanya berjarak setengah meter.
"Kenapa Davi?" Tanyaku.
Davi nyengir dan menggaruk tengkuknya.
"Itu...anu...anu..." Davi tergagap.
"Iya?"
Davi yang berdiri di depanku menelan salivanya. Wajahnya memerah.
Sebenarnya dia kenapa?
"B-boleh minta nomor hp kamu gak?" Davi menyodorkan secarik kertas dan pulpen.
Apa ini? Aku semakin bingung dengan tingkahnya.
"Boleh gak?" Davi tampaknya tidak sabar dan wajahnya semakin merah.
Jadi aku cepat-cepat meraih kertas dan pulpennya kemudian menulis beberapa angka di atasnya.
"Ini..."
Aku menyerahkan kertas kepadanya, tangan Davi terangkat. Tetapi belum sempat meraih kertas tersebut, sebuah tangan indah dengan cepat merebut kertas itu dan menggenggamnya erat.
"Ara..."
"Ara..."
Aku dan Davi menatap Ara bingung.
Ara yang berdiri diantara aku dan Davi tersenyum miring saat menatapku, jelas sekali dia sedang dalam mood yang buruk.
Pakaian cheerleaders-nya terlihat kekecilan saat dia menghela nafas panjang.
"Udah ijin Ashel belum?" Ara bertanya kepada Davi, sorot matanya terlihat tidak suka.
Ohhh...pacarku sedang cemburu ternyata.
Senyumku melebar.
Mendengar pertanyaan Ara untuknya, Davi menggeleng kecil. Sepertunya dia tidak punya keberanian untuk meminta ijin Ashel.
"Tapi kenapa harus minta ijin Ashel?" Davi menautkan kedua alisnya kebingungan.
Ara tersenyum miring, alis kanannya terangkat. Dia pasti merasa senang dengan kebingungan seseorang sekarang.
"Chik, dipanggil Ashel" Ara menoleh kearahku, wajahnya datar tapi sorot matanya begitu lembut.
"Ohh...oke..."
Ara langsung menggandeng lenganku dan berjalan menjauh. Karena penasaran dengan reaksi Davi aku ingin menoleh kebelakang tapi Ara dengan cepat menahanku, telapak tangannya yang hangat mengunci tatapanku.
"Aku gak suka mata cokelat ini natap orang lain" Desisnya lirih.
Takut ada yang melihat, buru-buru aku melepas tangannya dan bergegas ke tangga menuju atap sekolah. Di belakang Ara mengikuti dengan langkah cepat.
Bang!
Ara menutup pintu yang harus kita lalu untuk keatap sekolah dengan keras, jadi aku melirik kebelakang menatapnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUTO (Chika×Ara)
Romance"Aku adalah PLUTO yang pernah memotong orbit NEPTUNUS dulu"