PL 40 : Michie

2.8K 263 30
                                    

Rencana awal Chika yang ingin mengajak Ara untuk ke hotel akhirnya gagal saat mamanya dengan suara panik menghubunginya.

"Michie hilang, mama cuma ke dapur sebentar dan setelah itu dia udah gak ada"

Chika panik, Ara yang takut dia menyetir dengan tergesa-gesa memilih untuk mengantar Chika pulang.

Saat melihat pagar yang menjulang tinggin di depannya Ara gugup tanpa sebab. Dia menelan salivanya kasar...

Mobil yang Ara kemudikan akhirnya berhenti di dalam pekarangan, mama Chika yang diikuti oleh suaminya berhamburan keluar. Wajah tua keduanya pucat pasi.

"Michie hilang kemana ma?" Chika yang baru turun dari mobil bertanya.

Tapi mamanya hanya bisa menggeleng.

"Om udah cari ke seluruh rumah dan pekarangan tapi gak ketemu"

"Om Zayn udah cek di taman belakang?" Chika semakin panik, terlebih saat melihat papa tirinya mengangguk lemah.

Tubuh Chika goyah, tapi sebelum terjatuh Ara sudah dengan sigap menangkap tubuhnya.

"Anak kamu pasti gak jalan jauh, ayo kita mencar dan cari...kasian kalau kelamaan, ini udah malam"

Ketiga orang dewasa yang mendengar ucapan Ara mengangguk serentak, mereka kemudian berjalan keluar pekarangan rumah dan berpencar.

"Michieeee..."

"Michieee...."

Ara yang menyusuri jalan yang sama dengan Chika berkali-kali memanggil, dan saat bertemu orang lain mereka akan bertanya dengan cepat. Tapi tidak satupun dari orang-orang yang mereka temui bertemu dengan Michie.

Chika semakin putus asa, dia sudah menghubungi Ashel dan Adel agar membantunya mencari Michie.

"Ada dua jalan..."

Ara menoleh ke arah kedua jalan di depan mereka.

"Aku ke kiri, kamu ke kanan..." Chika langsung berlari ke jalan yang sebelah kiri menyisakan Ara untuk menyusuri jalan di sebelah kanan.

Jalan yang Ara lalui ternyata taman kompleks yang lama, selain ayunan tidak ada lagi permainan yang lain.

Ara menarik nafas panjang, dia mengitari taman. Karena malam, suasana taman terasa seram, Ara tanpa sadar menggigil.

"Michieee..."

Dengan suara lembut Ara memanggil dan menatap ke sekitar. Tidak ada siapapun di taman tua tersebut.

Dia menyerah, lututnya sudah tidak kuat lgi berjalan mengitari taman yang tampak seram ini.

Ckrakkk!

Ara terperanjat kaget ketika suara sebuah ranting patah terdengar dari arah belakang, dia dengan cepat berbalik.

Jantung Ara berhenti berdetak selama beberapa detik karena kaget. Seorang gadis kecil dengan rambut panjang dan menggendong anak kucing berdiri menatapnya.

Mata anak kecil tersebut bengkak, tanda jika dia sudah menangis begitu lama.

"Kamu Michie?" Tanya Ara, anak kecil di depannya mengangguk.

Ara menghela nafas lega, dia bergegas meraih tubuh Michie dan menggendongnya...

"Kenapa kamu bisa disini?"

Michie tidak menjawab hanya mata cokelatnya yang sipit bergerak menatap anak kucing di pelukannya.

"Dia kucing kamu? Sakit?"

Michie mengangguk, alis kanan Ara terangkat.

"Kamu bisu?"

Ara tahu ini adalah pertanyaan yang tidak sopan, tapi dia penasaran. Kali ini Michie tidak mengangguk atau menggeleng tapi justru menatapnya tajam. Ara terkekeh kecil.

"Oke kamu gak bisu, trus kenapa gak mau bicara? Aku bukan orang jahat"

Michie tetap diam, mata cokelatnya menatap liar tidak ingin melihat kepada Ara.

"Dasar keras kepala..." Ara mengacak-acak  puncak kepala Michie, dia kemudian melangkah pergi.

Sepanjang perjalanan pulang berkali-kali Ara berusaha membuat Michie berbicara tapi usahanya tampak sia-sia, gadis kecil di gendongannya tetap tidak ingin bicara dia hanya fokus dengan anak kucing yang mengeong kecil di pelukannya.

"Kamu ringan sekali, beda dengan mama kamu..."

Sudut bibir Ara terangkat, mendengar mamanya disebut perhatian Michie teralih.

"Dulu mama kamu itu gemuk" Ara terkekeh kecil, dia terdengar menghina tapi sorot matanya yang lembut membuat orang yang menatapnya dapat melihat cinta.

"Mama gemuk?" Dengan suara terbata-bata Michie bertanya, langkah Ara terhenti sebelum kembali bergerak.

"Iyaaa, tapi dia tetap cantik. Kamu beruntung bisa jadi anaknya...apalagi mata kamu, itu mirip matanya. Bedanya mata kamu sipit, mama kamu juga tidak punya lesung pipi"

Ara baru menyadari jika selain mata cokelat Michie, selebihnya tidak mirip Chika ataupun Davi. Itu justru mirip dengannya...

"Tapi aku harap kamu tidak keras kepala seperti mama kamu, di masa depan kamu juga tidak boleh kurang percaya diri"

"Mama begitu?"

"Sedikit, dulu dia bahkan nganggep dirinya pluto. Kamu tahu planet pluto?"

Michie menggeleng, jadi Ara menjelaskannya secara singkat.

"Mama kamu itu selalu berpikir jika dirinya adalah pluto, tapi sebenarnya orang yang selalu di lupakan layaknya pluto itu aku. Dulu saat mama kamu tidak memiliki siapapun selain aku dan nenek, dia akan selalu menjadi gadisku yang baik. Tapi saat dia semakin cantik dan di sukai banyak orang, dia melupakanku. Ternyata benar, waktu bisa membuat seseorang berubah"

"Jadi kamu pluto?" Michie bertanya dengan linglung, dia tampaknya mulai mengantuk. Anak kucing yang berada di tangannya juga sudah tertidur.

"Bukan, aku satelit alam mama kamu..."

Pendengaran Michie menurun, matanya tertutup rapat dan dia kemudian tertidur di dada Ara.

"Michie...mama kamu pasti lewatin harinya dengan berat selama 7 tahun, iya kan? Aku selalu pengen balik dan jadi apa aja buat mama kamu, tapi aku gak punya keberanian"

Ara tersenyum tipis saat mengucapkan itu, di masa lalu meskipun tahu Chika sedang bersedih dia hanya bisa menatap danau di negara yang berbeda. Dia merasa tidak pantas...

"Trus kenapa sekarang pulang?"

Pertanyaan lembut dengan suara yang bergetar terdengar dari belakang. Ara berbalik dan mendapati Chika dengan mata cokelatnya yang memerah.

"Sejak kapan?"

"Sejak kamu dan Michie bercerita..."

Yah, Chika sudah sejak tadi mengikuti mereka. Dia ingin melangkah maju tapi saat mendengar suara susu Michie langkahnya terhenti.

Selama ini dia sudah menghabiskan banyak uang dan waktu untuk membuat Michie bersuara, tapi putrinya itu tetap diam.

Dan ketika Ara datang, dia akhirnya bersuara. Chika ingin menangis karena perasaan harunya, dia melangkah maju dan mendekat.

"Chik...aku..."

Chika menggeleng, dia tanpa aba-aba berjinjit dan menarik tengkuk Ara agar mereka berciuman.

Ara melotot tidak percaya, meskipun Michie tertidur tapi tidak ada jaminan jika anak tersebut akan tetap tidur.

Cepat-cepat Ara mendorong tubuh Chika kebelakang dan kemudian memberinya jitakan ringan.

"Kalau Michie liat gimana?" Wajah Ara memerah karena gugup.

"Gak masalah, dia bakal ngerti kok"

Apanya yang mengerti! Ara memutar matanya gemas. Dia segera berbalik dan berjalan menjauh dari Chika.

"Ara!"

Chika mengejar, langkahnya cepat mengejar Ara.

"Raa tungguin..."

"Ihhh Ara..."

Ara memeletkan lidahnya kearah Chika sebelum kembali berjalan cepat.

Di jalanan yang sepi bayangan mereka saling berkejaran, terlihat indah...

PLUTO (Chika×Ara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang