22. Sekretaris Baru

96 25 31
                                    

Halo! Aku dateng lagi bawa update'an terbaruuu🥳
Sebelum baca, tolong bantu koreksi ya kalo ada typo ataupun ada kata² yang kurang nyaman dibaca😊🙏🏻

So, langsung baca aja. Selamat membaca, semoga suka❤️

Seorang laki-laki dewasa tampak termenung di kursi ruang kerjanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang laki-laki dewasa tampak termenung di kursi ruang kerjanya. Tatapan kosong itu memandang lurus ke luar jendela kaca di mana gedung-gedung tinggi berjejer di sana. Pikirannya terlempar jauh membawa dia ke masa di mana dunia masih berpihak padanya.

Dia Sadewa Airlangga, laki-laki berwibawa yang memiliki aura kharismatik yang mampu memikat lawan bicaranya. Siapapun yang melihat dan berada di dekat Dewa akan merasakan energi positif yang dimiliki olehnya.

Di usianya yang sudah menginjak angka dua puluh enam tahun, ia harus menggantikan peran kedua orang tuanya di dalam keluarga. Ia yang bertanggung jawab penuh atas ketiga adiknya.

Dewa merupakan tipe kakak yang selalu mengerti keadaan adik-adiknya. Dia juga tipikal laki-laki yang sedikit bicara tapi banyak aksi. Karena itulah mengapa Dewa menjadi pribadi yang lebih suka memendam semuanya sendirian. Ia tidak ingin jika adik-adiknya mengkhawatirkan dirinya. Dewa hanya ingin terlihat baik-baik saja meskipun dunianya sedang hancur berantakan.

Dewa menghembuskan napas berat seraya menyandarkan punggungnya di kursi. Hidup tanpa peran seorang ibu memang sangatlah berat. Ia seperti kehilangan separuh hidupnya. Dewa benar-benar tidak sanggup menghadapi kerasnya dunia sendirian.

Dewa membutuhkan mama dan sampai kapanpun dia akan membutuhkannya. Namun, sepertinya itu hanya tinggal angan-angan Dewa saja. Mama sudah pergi meninggalkannya, jauh entah di belahan bumi mana dia tinggal sekarang. Yang jelas Dewa selalu berharap dan berdoa agar mama dalam keadaan baik dan bahagia. Meskipun harus merusak keutuhan suatu pondasi rumah lama.

"Kakak harus bisa jadi contoh yang baik untuk adek-adek, ya. Jangan nakal, jangan buat adek nangis. Kakak harus selalu jagain mereka." Mama berlutut di depan Dewa yang saat itu baru berusia sepuluh tahun. Diusapnya surai hitam putra sulungnya dengan lembut.

"Tapi Gara nakal, Ma! Dia suka gangguin adek Naya," adu Dewa kecil pada Mama. Matanya melirik ke arah Gara yang terdiam sambil memainkan jari-jarinya.

Mama terkekeh geli melihat ekspresi lucu si sulung yang mengadu. Terlebih bibir kecil itu manyun beberapa senti.

"Kakak gak boleh marah, cukup dibilangin baik-baik. Nanti Gara pasti ngerti."

"Tapi Gara gak mau ngerti-ngerti. Tiap Kakak bilangin pasti ngejawab mulu," omel Dewa yang kesal karena adiknya tak juga mau mendengarkan perkataannya.

Mama tersenyum hangat, ia memegang kedua pundak Dewa seraya mencoba menenangkannya. Mama tahu betul kenapa Dewa bersikap seperti ini. Pasalnya Gara—putra keduanya memang lebih sulit diatur ketimbang si sulung. Tak heran kalau Dewa selaku kakak hampir setiap hari mengomel karena kelakuan Gara yang tidak bisa dikasih tahu.

Burung Kertas untuk NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang