Katanya, jika kita berhasil membuat 1000 burung kertas, satu keinginan kita akan terwujud. Namun, apakah hal itu juga berlaku untuk Jendra?
Jendra hanya memiliki satu permohonan kepada Tuhan: ia ingin diberi kesempatan kedua untuk membahagiakan Naya...
Hello! Aku update lagi nih! Jangan bosen2 ya baca cerita iniii❤️
Selamat membaca, semoga suka❤️
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kita mau ke mana dulu, nih?" tanya Naya, melirik Arin sekilas.
"Toko baju dulu, abis itu ke toko aksesoris. Eh, apa kita makan dulu, ya?"
Naya tampak berpikir sejenak sembari terus berjalan melewati toko-toko di dalam mall tersebut.
"Yaudah kita makan dulu aja. Lagian nemenin lo belanja itu butuh tenaga ekstra," jawab Naya setengah bercanda.
Arin mendengus mendengarnya. Tapi ada benarnya juga. Dia memang tipe orang yang selalu lama saat berbelanja. Ada banyak pertimbangan yang dia pikirkan sebelum menentukan pilihannya.
"Oke deh. Kita ke tempat biasanya aja, ya?" Naya hanya mengangguk kecil, menyetujui.
Namun, kening Naya seketika berkerut melihat Arin meringis. "Arin lo kenapa?" tanyanya cemas.
"Gue kebelet pipis, Nay. Gue ke toilet dulu ya. Lo tunggu di sini. Jangan ke mana-mana, jangan tinggalin gue!" titah Arin pada sahabatnya itu.
"Tapi—"
Belum sempat Naya menyelesaikan kalimatnya, Arin melenggang begitu saja. Meninggalkan Naya sendirian di mall yang cukup ramai siang itu.
Naya menghela napas panjang. Mau tidak mau dia harus menunggu Arin kembali dari toilet. Mata Naya mengedar, mencoba mencari tempat duduk. Di sana—di depan salah satu toko pakaian, Naya melihat bangku panjang.
Naya hendak berjalan menuju bangku tersebut, tetapi dari arah belakang seseorang tak sengaja menabraknya membuat gadis itu terkejut setengah mati.
"Aduh!" pekik Naya, ia spontan memutar badannya dan mendapati seorang anak kecil yang terduduk dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.
"Kamu gak papa?" Naya bertanya, tapi bukan jawaban yang dia dapat. Melainkan suara tangis yang membuat banyak pasang mata langsung menatapnya.
Naya meremat jari-jemarinya panik. Mereka memandang Naya dengan tatapan yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka juga ada yang berbisik-bisik.
Naya tidak bisa menyembunyikan raut ketakutannya. Terlebih tangis anak perempuan itu semakin terdengar keras. Naya berjongkok di hadapan anak tersebut seraya menatap lekat wajah yang sudah basah oleh air mata.
"Kamu gak papa?" tanya Naya lagi. Dia hanya ingin memastikan jika gadis kecil itu tidak terluka.
Anak itu seketika menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan dan menangis tersedu-sedu. Rasa sakit di bokongnya semakin terasa. Ditambah perasaan takut yang terus menghantui ketika dia tidak dapat menemukan kedua orangtuanya.